Saya seorang muslim dan bangsa Indonesia, jadi maaf saja saudara-saudara seagama, sebangsa dan setanah air apabila saya berkata pedas untuk orang Islam Indonesia, itu artinya saya sedang mengkritik diri saya sendiri, jadi mohon jangan merasa tersinggung.
Waktu saya sekolah di tingkat SD, guru saya selalu “mengindoktrinasi” (karena harus menerima penjelasan guru tanpa reserve) bahwa bangsa Indonesia itu ramah tamah, penuh toleransi yang hidup pada negeri yang gemah ripah loh jinawi tata tentram tata raharja murah sandang murah pangan bla bla bla … Itu yang selalu saya ingat hingga saya boleh berpikir kritis. Dan ternyata pendapat guru SD saya itu banyak yang salah, paling tidak berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya sebagai orang Indonesia terhadap orang Islam Indonesia.
Cara dagang yang islami: Haji Betawi vis-à-vis Kobayashi-san?
Saya beli mobil Mazda 626 second hand pada tahun 2000 dari seorang haji orang Betawi. Namanya haji tentulah dia orang Islam. Saya pun awam terhadap urusan mesin mobil, jadi bagi saya kualitas mobil adalah apa yang saya lihat dan saya rasakan, dan yang tersembunyi tentu saya tidak tahu kalau tidak diberitahu walaupun saya mengadakan riset juga sebelumnya. Pak haji Betawi yang jual juga ngomongnya muji-muji terus mobil yang akan dijual, jadi diharapan pak Haji ini, mobil tidak ada cacatnya, dan saya percaya omongannya. Waktu test-drive pun suara mobil halus, shock-absorber bekerja dengan baik. Jadi dibelilah mobil bekas itu. Besoknya ketika distarter dan mesin dalam keadaan dingin, suaranya beda … lebih kasar. Tiga minggu kemudian, shock-absorber mati tiga.
Pada tahun 2000 juga, ketika saya tinggal di Jepang, saya punya banyak teman orang Jepang, karena saya bisa berbahasa Jepang dengan baik (walaupun sekarang tidak ada sisanya). Kobayashi-san salah seorang teman, menawari saya mobil dia yang akan dijual walaupun baru berumur 2 tahun. Harganya murah dan kantong saya pun mampu untuk membeli. Uniknya walaupun tidak ditanya, Kobayashi-san malah menjelaskan kejelekan mobilnya (bukan kebaikannya seperti haji Betawi itu), jadi kita tahu.
Islam mengajarkan kejujuran dalam berniaga. Coba bandingan mana yang lebih islami dalam berniaga: Haji Betawi atau Kobayashi-san?
Pelajaran dari Mike Wolfe dan Frank Fritz (the Pickers – History Channel):
Bagi yang rajin menonton the Pickers versi Amrik bukan versi Aussie, Mike Wolfe dan Frank Fritz telah memberikan pelajaran bagaimana berniaga secara jujur. Mereka berdua ini sering membeli barang dengan harga lebih tinggi daripada yang dikehendaki oleh penjual, misalnya penjual menghendaki harga $5 tetapi oleh Mike Wolfe/Frank Fritz dibeli dengan harga $25, karena tahu barang itu nilai jual kembalinya adalah $100. Kalau mereka menghendaki untung yang sebesar-besarnya, mestinya mereka membelinya dengan harga $5 daripada $25 kan? Mereka jujur.
Di Jakarta dicurigai, di Calgary diberi tumpangan:
Saya pernah kerja hampir 2 tahun di Calgary, Alberta, Canada, dan 10 tahun kerja di Jakarta. Suatu malam musim dingin pulang kerja lembur, sekitar pukul 9 saya sendirian berada di bus shelter, menurut jadual bus akan datang sekitar 15 menit lagi. Apa yang terjadi? Sebuah mobil berhenti dan membuka jendela, padahal saya tidak memberhentikannya. Seorang lelaki memberikan tumpangan dan mengantar ke apartemen saya dengan selamat. Lima tahun kemudian setelah kejadian itu, saya kerja di Jakarta pulang lembur juga sekitar pukul 10 malam dan hujan, karena tak punya kendaraan saya, nunggu di shelter sendirian, stop taksi tak ada yang kosong. Teringat pada kejadian yang sama di Calgary, saya iseng-iseng berhadiah menyetop mobil pribadi, dari sekitar 5 kendaraan yang saya stop, tak ada satupun yang berhenti memberikan tumpangan yang ada dicurigai. Pertanyaan: bangsa mana yang lebih mempercayai orang: 5 orang Indonesia yang mayoritas Muslim? Atau 1 orang Canada yang pasti bukan Muslim?
Di Indonesia ditonton, di Thailand setiap mobil yang lewat menawarkan bantuan:
Saya diberi tumpangan teman saya dari Bangkok ke Pathumthani. Di suatu tempat mobil temen saya mogok karena ternyata kehabisan bensin, padahal jarak ke SPBU sekitar 750 meter, terpaksalah saya mendorong sendirian sementara teman saya mengemudikannya, gantian. Karena mogok di jalan besar tapi di tempat yang agak sepi, jadi kalau kita mendorong di pinggir jalan ketara sekali, akibatnya setiap mobil yang melewati kita melambatkan kendaraanya dan menawarkan bantuan, ada banyak mobil yang menawarkan bantuan, tapi ditolak karena masalahnya jelas: kehabisan bensin!.
Jauh sebelum kejadian di Bangkok itu, di Jakarta, mobil saya berada di posisi paling depan di perempatan CSW menuju ke arah Blok M, dan mogok entah karena apa, distarter berkali-kali gak bisa dan saya sudah panik. Sudah bisa dibayangkan kan bisingnya suara klakson dari mobil-mobil yang berada di belakang mobil saya yang mogok, karena merasa jalannya terhambat. Karena dalam mobil sendirian, saya keluar dari mobil mendorong mobil sendirian ke pinggir sambil mengarahkan kemudi. Adakah yang membantu saya? Tidak ada! Padahal orang ramai, yang ada saya jadi tontonan.
Pertanyaanya: bangsa manakah yang lebih kooperatif dan toleran? Bangsa Thai kah yang mayoritas Buddhist yang dengan senang hati dan ringan kaki membantu orang yang kesusahan? Atau Bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim yang tidak sedikit pun punya rasa simpati terhadap orang yang kesusahan?
Orang Jepang rela tertinggal Shinkansen demi orang tersesat di jalan, adakah di Indonesia?
Saya dan temen saya dari berbagai bangsa mengunjungi museum Bom Atom di Kota Hiroshima, waktu berangkat rasanya jalannya lurus dan tidak terlalu jauh, sehingga kami memutuskan untuk pulang jalan kaki sambil mencari Hyaku-en shop (toko favorit penjual barang 100-yen). Kami berpisah dalam 3 group dan tersesat di dalam Kota Hiroshima, celakanya lagi kami tidak membawa kartu hotel yang memuat nama dan alamat hotel. Mau tanya pada siapa, kebanyakan orang Jepang tidak bisa berbahasa Inggris, sementara kami belum bisa berbahasa Jepang. Beruntung group saya diselamatkan orang Jepang yang bisa berbahasa Inggris hingga sampai ke hotel dengan selamat walaupun berbekal 1 clue: hotel yang depannya ada sungai/pintu air (sementara nama dan alamat hotel tidak tahu karena baru 1 jam di hotel). Yang lebih celaka atau lebih mengharukan adalah group temen saya yang diselamatkan oleh orang Jepang yang mau pergi ke Tokyo dengan Shinkansen, dan orang Jepang itu rela tertinggal Shinkansen demi menyelamatkan “tourists” teman-teman yang tersesat itu.
Pertanyaan saya: adakah orang kita yang mau berkorban tertinggal kereta/bus/pesawat demi menyelamatkan turis/orang lain? Saya pun rasanya tidak bisa, dan akan tetap mendahulukan kepentingan saya.
Berbuat salah: di Indonesia ngeles 1000 alasan, di Jepang mengakui salah meminta maaf.
Tidak perlu dijelaskan lagi, walaupun koruptors Indonesia tertangkap tangan atau berbuat salah jenis lain, mereka akan ngeles dengan 1000 alasan walaupun tidak masuk akal dan menganggap pemirsa seperti kita ini adalah orang bodoh. Contohnya lutfi hasan ishaaq (dengan huruf kecil, karena kelakuannya kerdil) menganggap penangkapannya bernuansa politis dan konspirasi isroil dan amrik, rudi rubiandini (dengan huruf kecil karena dia adalah mantan akademisi yang kerdil) menganggap duit yang diterima buka korupsi tetapi “hanya” gratifikasi, contoh lain akil mochtar (sama juga orang berjiwa kerdil), atut chosiyah, the billion-rupiah queen of Banten yang menganggap penetapan dirinya sebagai tersangka adalah musibah, dan petinggi golkar partai yang menaunginya menganggap penetapan itu adalah politis (bullsh*t). Sebelas gubernur dan sekian bupati dan walikota koruptors senyam-senyum melambaikan tangan di depan kamera TV seolah-olah tidak bersalah. Tidak punya malu.
Di Jepang, ketika Tokaimura Nuclear Power Plant bocor tahun 1999, dan bisa diatasi serta terkendali hanya dalam 1 hari, boss Tokaimura Plant duduk berlutut di lantai di depan warga Desa Tokai, Kecamatan Naka, Provinsi Ibaraki dengan menggunakan ikat kepala berbendera Jepang tunduk berlutut meminta maaf kepada masyarakat dan akan mengganti segala kerugian dan ketidaknyamanan yang diderita masyarakat, dia merasa tanggung jawab dan mengundurkan diri dari jabatannya.
Bandingkan kelakuan dua bangsa di atas dalam menghadapi kesalahan yang sudah nyata. Mana yang sebetulnya lebih beradab?
Negara dengan mayoritas Muslim juara dalam korupsi:
Negara yang nilainya 9-10 dalam kebersihan dari korupsi adalah Negara-negara non-muslim, sedangkan Negara-negara dengan mayoritas ummat Islam adalah negara terbelakang, tingkat korupsi tinggi, miskin, teroris, bom bunuh diri, tidak tolerans, dan 1001 stigma negatif yang lain. Para koruptors Indonesia kebanyakan orang Islam, dan mendadak sangat Islami ketika tertangkap atau dijadikan tersangka oleh KPK. Saya kadang-kadang berpikir, apa ada yang salah dengan ajaran Islam? Tidak ada satu negara Islam pun yang bisa dijadikan teladan. Teman saya sembahyang khusu dan suka jadi khatib Jum’at pula, tetapi ngambil hak orang dan meras orang jalan terus. Koruptor orang Islam Indonesia kan duit Qur’an aja diembat (zulkarnaen abdul jabbar cs), duit bantuan untuk fakir miskin pun disikat (bachtiar hamzah dan sejenisnya).
Bosan ditanya pasal terrorist, kemiskinan, jenggot dan poligami:
Setiap saya berjumpa dengan teman baru dari negara beradab, dan ketika mereka tahu bahwa saya seorang Islam (karena saya tidak minum bir ketika mingle dengan mereka atau saya minta waktu untuk sembahyang sekejap di tempat duduk), yang mereka tanyakan selalu sama topiknya: terorisme, kemiskinan, melihara jenggot dan poligami. Seolah-olah Islam identik dengan empat hal ini. Terus terang risih juga jadi seorang Muslim, kalau ditanya topiknya selalu sama walaupun yang nanya berbeda-beda.
Negara-negara Islam itu menguasai 67% minyak dunia dengan perekonomian nomor 3 setelah China dan Amerika, tetapi kenapa tidak dominan di percaturan politik dunia? Malahan menjadi bulan-bulanan negara lain. Kenapa? Kenapa? Apakah saya harus bertanya pada rumput yang bergoyan?

0 komentar:
Posting Komentar