Mendadak internal PDIP bergejolak. Penyebabnya ialah munculnya wacana duet Megawati-Jokowi. Tidak jelas siapa yang menghembuskannya, wacana tersebut membuat suara di tubuh partai moncong putih itu pecah. Pendukung wacana duet Mega-Jokowi mengakui dan berharap terwujudnya wacana, sementara pendukung Jokowi berharap skenario itu gagal.
Bendahara umum PDIP, Olly Dondokambay, mengakui adanya skenario duet tersebut. Lebih dari itu, Olly bahkan yakin Megawati masih mempunyai cukup kekuatan untuk memenangi Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 mendatang. Dalihnya, pengalaman Megawati memimpin partai selama 20 tahun.
Suara berbeda muncul dari Eva Kusuma Sundari. Menurut anggota Komisi III, yang juga seorang Kompasianer, Mega tidak lagi mempunyai hasrat untuk maju sebagai Capres. Eva juga mengungkapkan adanya dukungan yang kuat kepada Gubernur DKI Jakarta itu di internal PDIP.
“Kalau dari pertemuan internal “kenceng” Jokowinya, karena kampanyenya gampang. Kalau disetujui sekarang, mereka (caleg/internal) senang,” ujar Eva. (Detiknews.com, 16/12/2013).
Bagaimana dengan pengamat? Muhammad Qadari, Direktur Indo Barometer, memprediksi susah menang bila duet Mega-Jokowi terwujud pada saat Pilpres 2014. Hal senada juga diungkapkan oleh Teguh Santosa, pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah. Teguh meminta agar PDIP mengkaji ulang wacana duet tersebut.
Prediksi susah menang dari M Qadari ada benarnya. Berbagai survei terakhir selalu menempatkan nama Jokowi pada posisi teratas. Survei terbaru Indo Barometer lima hari lalu, misalnya, menempatkan Jokowi sebagai Capres yang paling diminati oleh kalangan muda. Sementara Megawati hanya berada pada posisi keempat. (Kompas.com, 11/12/2013).
Survei Indo Barometer juga menempatkan PDIP sebagai partai yang diminati oleh kalangan muda. Dua faktor yang disebut-sebut sebagai alasan kalangan muda meminati PDIP, yaitu dekat dengan rakyat dan tokoh partai. Siapa lagi tokoh partai PDIP yang mumpuni menggaet hati kawula muda selain Jokowi?
Sehingga, wacana duet Mega-Jokowi berpotensi menjadi bumerang bagi PDIP. Mengapa?
Pertama, jauh hari sebelum terwujud, wacana ini telah mengundang polemik di tubuh PDIP. Tentu polemik itu tidak berdampak positif terhadap persiapan PDIP menjelang tahun-tahun politik. Mesin partai tidak akan berjalan secara maksimal, karena adanya penolakan dari internal PDIP yang mendukung Jokowi sebagai Capres.
Kedua, PDIP rentan kehilangan suara. Karena, sukar untuk dipungkiri bahwa magnet bagi PDIP melekat pada sosok Jokowi. Dengan terwujudnya duet Mega-Jokowi, maka dikhawatirkan para peminat PDIP karena faktor Jokowi akan berbalik arah. Urung menjatuhkan pilihannya pada partai moncong putih itu.
Ketiga, PDIP dan Megawati akan dituduh mencederai aspirasi rakyat. Di tengah gelombang arus dukungan publik dari segala lapisan kepada Jokowi, maka sikap PDIP yang lebih memilih Mega sebagai Capres akan sangat rentan dituding sebagai “kebebalan” PDIP dan Megawati dalam menyerap aspirasi rakyat.
Walhasil, dengan pertimbangan di atas, saya sependapat dengan Teguh Santosa. Sebaiknya PDIP menimbang ulang wacana duet Mega-Jokowi. Sekedar saran untuk Mega, biarkan Jokowi turut merasakan empuknya kursi kepresidenan yang pernah anda duduki.
Gitu aja koq repot!
Salam pentungan.
Ditulis sebagai tanggapan atas wacana duet Mega-Jokowi

0 komentar:
Posting Komentar