Sejak masa muda Natal selalu menginspirasi banyak untukku. Pernah suatu masa Natal aku menulis dan mendapat hadiah juara pertama, dsb. Tetapi menjelang usia tua ini saya kepengin semakin mengendapkan gejolak jiwa. Rupanya itu tidak mudah,tetapi terus diupayakan. Baru saja aku menerima kiriman Massage di Kompasiana :
“From Pak De Sakimun ,16 December 2013 : 08:31 : Selamat Natal dan Tahun Baru Pak Astokodatu. Kurang 9 hari lagi ya?. Tapi daripada terlambat lebih baik cepat mumpung ingat….hehehe
”…… disambung ada sebuah link. Dan yang saya tindak- lanjuti.
Pak De Sakimun : http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/12/15/agamamu-apa-618624.html . memberi gambaran dan argumentasinya terhadap Hari Raya Natal, yang bagi saya menyejukkan. Akan tetapi saya ternyata masih spontan “tidak mau kalah” dan saya tanggapi 17 Desember 22013 seperti ini:
=“hampir 4 tahun menulis di Kompasiana, “menjual gagasan”, selalu saya membuat tulisan sesuai musim. Sebulan umat Islam menyita perhatian umum dengan berbulan puasa. Nah tulisan saya disana selalu membuat renungan nilai universal untuk yg berpuasa. Saya pernah menulis pula “Jangan pakai pindah agama”. Saya mengaku Kristiani babtis sejak bayi. Saya menyelami dari Adzan sampaai takbiran untuk memahami bagaimana iman dihayati.
Saya kira yang penting :
1. iman kita sendiri paham sedalam mungkin. 2. bisa membedakan beriman dengan berbudaya, berseni, berkreasi, dst. 3. saya terpanggil untuk bersaudara dengan sesama siapa saja bahkan apa saja. Senyumlah sendiri, tapi lebih bagus bisa membuat orang lain ikut tersenyum. Wassalam” = ….. Rekan Florentius memberi komentar : Tanggapannya mantab, pak. J
Demikian pula beberapa hari sebelumnya saya membaca dari Rekan terhormat saya Muhamad Armand : http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/12/15/jangan-sampai-natal-616686.html . Dia menulis pesan simpatik, “kepada Saudara-saudara - kristianiku” yang intinya Penulis bisa memahami menghargai ajaran dan niat baik umat kristani maka diperingatkan jangan sampai Natalan Penulis lebih”kristani” dari pada umat kristiani. Dan kepada tulisan itu saya memberI tanggapan 15 December 2013 14:41:24 dengan ini :
“ Terima kasih setulus hati kepada saudaraku pewaris Iman Abraham
atas empatimu pada segala kelemahan ku dalam iman dalam perbuatan
Maafkanlah segala kemunafikan dan kesombongan kami
kami merasa terselamatkan kendati kami disejukkan oleh lantunan adzan
kami merasa didekatkan kendati kami merasa dikufurkan
memang kami harus dikecilkan agar saudaraku dibahagiakan
terima kasih atas saran dan arahan yang menyejukkan
semoga semua sesama dilimpahkan barokahNya sampai kesudahan. Amin
Seperti kita pahami bahwa pokok iman dari semua orang beragama adalah merupakan dasar yang membedakan cara hidup mereka. Perbedaan diantara masing-masing yang berbeda keimanannya didasarkan pada pokok iman itu. Tetapi seperti kita lihat pula pokok keimanan itu dibawakan dalam kemasan budaya, seperti bahasa, kebiasaan, dsb. Disana sering pokok iman yang seakarpun menemukan bentuk yang lain dalam kebiasaan praksis beragama.
Penulis berpendapat bahwa pemahaman terhadap dasar keimanan itu harus tajam sedemikian rupa bisa mengerti dimana tempat iman dan dimana itu budaya. Kecenderungan yang mudah, seperti penyebar agama pada umumnya memberikan dan umat menerima pokok iman dalam kemasan dan seutuhnya diterima dengan kemasan budayanya.
Lebih sederhana dilihat dan dikatakan pentingnya kesadaran spiritual pada seseorang beragama disamping “Kebiasaan” ritualnya. Kecerdasan spiritual membantu bagaimana kita memahami perbedaan.
Kebahagiaan kami umat kristiani di hari raya Idulfitri ikut menikmati ketupat dan hadir diperayan dengan pengajian, jangan dinilai tidak tulus. Tetapi ketulusan itu tidak bermakna bahwa saat itu kami menjadi muslim. Kesopanan, persaudaraan dan bahkan disiplin pegawai untuk wajib ikut berhari lebaran tidak mengubah keimanan kami.
Bahkan kami merayakan hari raya Natal pun tidak serta merta harus ada kue, pohon natal, nyanyian ceria. Itu bungkus budaya saja. Banyak keluarga kristiani yang miskin hanya dapat melakukan ibadat meriah digereja sepulangnya makan seperti sehari hari seadanya, tanpa merasa kehilangan Hikmah Natal.
Pokok Iman saya sentral juga pada hari Natal mewajibkan kami “memperingati dengan penuh syukur wafat dan kebangkitan Kristus Sang Juru Selamat” . Itulah hakekat perayaan ekaristi atau Missa Kudus kami juga pada hari Natal. Hari itu memang hari dimana diperingati, disyukuri hari kelahiran Sang Juru Selamat kami. Kami bersyukur tanpa Natalnya Dia tak aka n ada yang Wafat dan Bangkit menebus manusia.
Maka kami sangat berterima kasih khususnya untuk mereka yang masih berkenan ikut bergembira karena kami bergembira. Kepada mereka yang masih berkenan memberi peluang kami mengaktualisasikan iman kami dalam peribadatan meriah. Kepada mereka yang berkenan sekedar melontar senyum kerelaan kepada kami merayakan Natal Yesus Kristus kami. (secara historis). Salam Damai.

0 komentar:
Posting Komentar