Saya kog baru ngeh dan sadar kalau ternyata ada kerabat dekat saya yang menikah dengan seseorang yang awalnya mengaku memeluk Islam dan membaca dua kalimat syahadat yang ternyata setelah menikah dan memiliki satu anak sang suami pun kembali ke agamanya, dan yang membuat kecewa ternyata dia memaksa istrinya (kerabat saya) untuk berpindah agama. Sayang sekali karena dasarnya cinta buta dan karena sudah tak lagi perawan dia rela meninggalkan agamanya demi suami yg telah menipunya.
Teringat kisah mualaf palsu yang telah mempermainkan sebuah keyakinan demi mendapatkan keperawanan wanita muslimah. Kisah Jonas Rivanno dan Asmirandah yang sempat membuat geger ranah media online maupun televisi yang berujung dibatalkannya pernikahan mereka lantaran Revanno dianggap mempermainkan agama dan bersumpah palsu demi sebuah pernikahan.
Melihat tragedi percintaan dengan mempermainkan agama sejatinya tidak terjadi sekali dua kali saja di Indonesia, bahkan ada banyak kasus wanita yang harus kehilangan agamanya lantaran menikah yang berbeda agama. Sang wanita harus melepaskan agamanya lantaran kesuciannya sudah direnggut oleh suami penipunya. Kisah yang menyentak perasaan saya dan sepertinya tak pernah saya terima ketika agama menjadi alat bermain-main dan menciptakan konflik antar pemeluk agama lainnya.
Dan ternyata, kisah kelam Asmirandah yang harus rela pernikahannya dibatalkan oleh Pengadilan Agama hakekatnya juga dialami oleh salah satu kerabat dekat. Di mana prosesi awal pernikahan sama persis dengan yang dilakukan Jonas Rivanno tatkala hendak mempersunting perawan muslim, yang jelas mereka melakukan tipudaya dengan cara yang amat keji. Pantas saja kalau kami turut bersedih dan kecewa dengan prilaku yang dilakukan para penipu ini.
Singkat cerita, awalnya beliau bertemu di sebuah tempat kost karena sama-sama bekerja sebagai buruh pabrik, ee tak lama kemudian mereka berdua bertemu dan cintapun tumbuh bersemi seiring rasa cinta yang mulai tumbuh di antara mereka berdua. Dan akhirnya mereka hendak melakukan pernikahan secara resmi. Karena kerabat kami seorang muslim, maka orang tuanya pun meminta sang calon menantu untuk memeluk Islam sebagai syarat agar bisa menikahi anaknya.
Gayung pun bersambut, keinginan orang tua calon wanita tidak bertepuk sebelah tangan karena calon menantu dengan ikhlas mengatakan bahwa dirinya rela memeluk Islam atas kemauan sendiri dan karena mencintai perempuan yang hendak dinikahinya. Tak lama kemudian dilaksanakannya pengucapan dua kalimat syahadat dan menyatakan bahwa sang pria masuk Islam. Karena sang pria sudah mengucapkan kalimat syahadat dan menyatakan bahwa dirinya sudah masuk Islam, calon mertua pun menepati janjinya untuk menikahkannya dengan anak gadisnya.
Tak beberapa lama pernikahan pun berlangsung dan tuntas seperti yang direncanakan. Merekapun sudah shah menjadi suami istri, dan seperti biasa seorang suami hendak membawa istri sahnya ke rumah keluarga sang pria. Tapi sayang teramat sayang, janji untuk setia dan memegang sumpah ketika menikah bahwa dia memeluk Islam pun dilanggar. Keluarga si wanita pun shock dan mengecap ulah si pria penipu ini. Namun karena anak gadisnya sudah tidak perawan lagi dan sudah memiliki anak, mereka membiarkan anaknya berpindah agama lantaran masih ceteknya tingkat keimanan akhirnya perempuanpun memeluk agama suaminya.
Dari perjalan penuh kebohongan tersebut, membuka hati saya, bahwa tidak ada sumpah yang dapat dipegang oleh seorang pria lantaran keinginannya hanya ingin merenggut keperawanan saja dan lebih keji lagi dia berusaha menjebak si perempuan dalam lingkaran agama yang ditolaknya dengan alasan sudah tidak perawan dan telah memiliki anak.
Jika ditelaah dan disandingkan dengan kasus Jonas Rivanno dan Asmirandah, dan kasus yang menimpa kerabat saya, sejatinya kasusnya sama-sama menistakan agama, mereka telah keji menjadikan agama sebagai alat bermain-main. Mereka tak sadar ada banyak pemeluk agama lain yang berbeda akan tersakiti dan dikhianati. Masih mending kalau tidak dituduh sebagai penipuan maka hukuman penjaralah tempatnya.
Akan tetapi beraca dari kedua kasus tersebut, sejatinya jangan mudah percaya dengan seseorang yang mengaku berpindah agama karena akan menikahi para anak gadisnya, karena semua itu adalah kebohongan semata. Jika mereka berpindah bukan karena menikah saya yaqin perpindahan itu tidak memiliki maksud yang buruk demi merekrut penganut agama lain menjadi salah satu pengikut agamanya. Karena di luar sana ada banyak orientalis, pastur bahkan pendeta yang memeluk Islam dengan kaffah dan keikhlasan karena mendapatkan hidayah.
Meskipun keluarga tidak menerima perlakuan menantunya yang sudah menipu, keluarga pun tetap menerima anaknya dan berharap suaminya dapat menepati janji untuk kembali ke ajaran yang dia peluk sebelum mendapatkan anaknya. Akan tetapi agama memang sebuah keyakinan yang tak dapat dipaksanakan, akan tetapi agama juga seringkali menjadi alat kepentingan dan nafsu dunia dan menjadikan bermacam-macam agama saling bermusuhan lantaran para pemeluknya yang tak mengenal etika dalam beragama.
Sampai sekarang, setelah sekian lama menyakiti hati mertuanya, kini dia pulang ke rumah mertuanya dengan membawa istrinya yang telah berpindah agama, disebabkan kondisi kehidupan sang pria yang mengalami kehancuran ekonomi, dan kini berbalik meminta belas kasih dari keluarga perempuan yang telah ditipunya.
Kejengkelan masih saja menyelimuti akan tetapi rasa kemanusiaan dan menghormati perbedaan agama tetap dijunjung keluarga perempuan, tanpa memaksa untuk memeluk lagi agama Islam karena menurut keyakinan sang bapak dari wanita, agama Islam bukan untuk menjadi tempat bermain, loncat sana loncat sini seperti tupai dan bertingkah seperti bunglon. Islam agama yang suci dan luhur dijunjung dan dihormati sebagai titah suci yang tak dapat dipermainkan oleh siapapun.
Pesan indah yang semestinya menjadi catatan adalah jangan pernah menikah dengan yang berlainan agamanya, karena justru terjadi konflik yang tak berujung lantaran berbeda keyakinan. Jika Anda Muslim menikahlah dengan yang seagama, dan jika anda non muslim carilah yang juga seagama dengan Anda karena Andapun tidak dianggap mempermainkan agama Anda sendiri.
Siapa saja yang telah memeluk Islam dengan kaffah, sejatinya para mualaf itu telah mendapatkan petunjuk yang benar dan mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki diri. Ibara panas setahun akan terhapus oleh hujan sehari. Meskipun sebelum memeluk Islam mereka penuh dosa dan kemaksiatan, tapi setelah mereka memeluk Islam, diri dan jiwa mereka akan bersih dari dosa diibaratkan seorang bayi yang baru lahir. Suci tanpa noda dan dosa.
Wassalam
Metro, Lampung, 16.12.2013

0 komentar:
Posting Komentar