Oleh Dudih Sutrisman
Mahasiswa terkenal dengan sebutan “Agent of Change”, Generasi Pembaharu, Kaum Terpelajar dan lain sebagainya. Sebutan itu tidak serta merta ,uncul tapi sebutan itu muncul sebab masyarakat menaruh harapan besar di pundak para remaja beranjak dewasa yang pemikirannya masih fresh dengan background perguruan tinggi. Harapan besar masyarakat adalah bahwa mahasiswa dapat membela mereka disaat mereka ditekan, menolong mereka disaat mereka kesusahan juga membantu mereka disaat mereka membutuhkan juga membangun Negara kearah yang lebih baik.
Intisari dari harapan besar itu adalah bahwa masyarakat mengharapkan mahasiswa menjadi motor penggerak untuk mewujudkan perubahan bagi Negara ini kea rah yang lebih baik. Namun semua itu butuh perjuangan yang cukup panjang, termasuk juga prosesnya. Sejarah akan mencatat semua itu.
Pergerakan mahasiswa sudah lahir sejak lama. Jauh sebelum Indonesia merdeka hingga saat ini. Dimulai dari Boedi Oetomo yang berisikan mahasiswa STOVIA Batavia, hingga organisasi mahasiswa pergerakan nasional yang muncul diawal kemerdekaan sampai era reformasi. Dalam sejarah politik bangsa ini, peran mahasiswa begitu besar bagi lahir dan runtuhnya sebuah rezim, bahkan hal ini berlaku juga di belahan dunia lainnya.
Lahirnya Negara Indonesia dan munculnya tokoh Soekarno – Hatta sebagai dwitunggal merupakan puncak perjuangan kaum mahasiswa dalam memperoleh kemerdekaan Indonesia. Runtuhnya Rezim Orde Lama dimana Soekarno sudah melenceng dari konstitusi dan munculnya peristiwa G30S/PKI membuat mahasiswa turun ke jalan menuntut Soekarno untuk turun dan mendukung Soeharto menjadi Presiden pada 1966. Diawal munculnya Orde Baru pimpinan Soeharto, mahasiswa mendukung kebijakan yang diterapkan soeharto, namun lambat laun rezim orba makin mempersempit ruang gerak mahasiswa dengan munculnya NKK/BKK. Orde baru yang represif memisahkan gerakan mahasiswa dengan gerakan politik. Dengan dalih untuk menjaga stabilitas politik Negara, maka pemerintah kala itu hanya mengakui Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) sebagai satu satunya lembaga mahasiswa yang diakui ti tingkat perguruan tinggi. Padahal keadaan demikian menyalahi konstitusi yang menjamin kebebasan berserikat, berkumpul, kebebasan berekspresi bagi seluruh warga Negara. Untuk menyalurkan ekspresinya mahasiswa hanya diberi ruang pada organisasi yang bersifat hobisme bernama UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa)
Hal tersebut membuat munculnya organisasi tandingan dengan jargon Independen. Namun tetap hal itu membuat friksi terjadi, pergerakan mahasiswa sulit untuk bersatu. Kesibukan di bidang sosial kemahasiswaan membuat organisasi intra kampus tidak mau tahu urusan pemerintah yang menjadi perbincangan masyarakat di luar sana, mahasiswa menjadi apolitis. Begitu juga dengan organ ekstra kampus, mereka terjebak dengan slogan yang mereka gaungkan yakni Independen, namun pada hakikatnya hidup itu adalah keberpihakan. Mereka selalu mengkritik pemerintah namun mereka tidak mampu memberikan solusi yang mendasar atas permasalahan bangsa.
Reformasi 1998 yang menjungkalkan orde baru, dimana mahasiswa juga turut berperan aktif membuka keran kebebasan. Hak berkumpul, hak berpolitik telah dinormalkan kembali. Namun apakah semua itu sekarang sudah clear? Penulis jawab belum! Walau reformasi telah berjalan mendekati 15 tahun, sisa – sisa rezim orba masih terasa hingga saat ini. Dunia kampus seakan masih menganggap NKK/BKK masih berlaku, politik dilarang masuk kampus, organ ekstra sampai saat ini masih menggaungkan slogan independen namun mereka pada kenyataannya mengalami keberpihakan pada parpol tertentu.
Mahasiswa saat ini disibukkan oleh kegiatan kemahasiswaan yang bersifat seremonial, hobisme semata. Bahkan tak jarang mereka sibuk dan ribut untuk merebut suatu jabatan dengan kawan satu almamaternya sendiri, sehingga selalu muncul pertanyaan “oh ini ya mahasiswa itu?kapan mau memikirkan negaranya kalau sibuk di kampus saja?” dunia kampus yang masih terlihat ragu-ragu untuk mengakomodir jiwa politik mahasiswa membuat mahasiswa mencari rumahnya sendiri untuk dijadikan sebagai wadah untuk memperjuangkan kehidupan bangsa.
Untuk melakukan suatu perubahan harus dimulai dengan memasuki system politik pemerintahan yang ada. System politik di Indonesia memberi ruang besar bagi partai politik untuk menduduki kursi legislative dan eksekutif. Jadi untuk melakukan suatu perubahan itu mahasiswa harus melek politik dan turut serta di dalamnya dengan membawa segudang program perubahan untuk kebaikan bangsa dan Negara.
Oleh karena itu adalah suatu kewajaran apabila mahasiswa terjun ke dunia politik sebab dunia kampus tidak mengakomodir walau pemerintah sudah mengakomodir. Cengkeraman orde baru yang begitu kuat membuat pemikiran tentang depolitisasi mahasiswa masih tertanam dalam pikiran insan kampus dan masyarakat.
Politik bukanlah suatu yang kotor, yang kotor itu adalah oknumnya. Politik itu adalah seni sebab politik sulit untuk diprediksi dan selalu berdinamika setiap detiknya. Mahasiswa yang memutuskan terjun ke dunia politik haruslah dilihat dari kacamata yang positif sebab mahasiswa mengemban misi moral yang besar bagi masyarakat luas. Apresiasi mereka yang terus terang terjun ke dunia politik sebab mereka telah selangkah lebih maju dengan kawan mereka yang masih berpura-pura independen tapi pada kenyataan nya berpolitik.

0 komentar:
Posting Komentar