Bahwasanya almarhum Nelson Mandela adalah salah seorang tokoh terbesar dunia (http://en.wikipedia.org/wiki/Nelson_Mandela), tentu kita semua sudah mafhum. Namun, saya pribadi baru semakin mudheng akan kebesaran seorang Mandela saat menyaksikan event Mandela State Memorial Service yang disiarkan langsung oleh jaringan televisi ABC Australia dari Johannesburg, South Africa, pada Selasa malam 10 Desember 2013 yang lalu.
Event ini mungkin adalah momen peringatan kematian tokoh terbesar sepanjang sejarah dunia modern. Di tengah guyuran hujan deras, 91 pemimpin dunia menyempatkan diri berkumpul bersama sekitar 95000 rakyat Afsel di Soweto Stadium, Johannesburg, untuk mengenang jasa-jasa sang presiden kulit hitam pertama Afsel, tokoh perjuangan anti-apartheid sekaligus tokoh perdamaian peraih hadiah Nobel.
Kehadiran Amerika Serikat diwakili oleh Presiden Obama dan semua mantan Presiden AS yang masih hidup: Jimmy Carter, Bill Clinton dan George W. Bush. Inggris mengutus PM David Cameron, deputy PM Nick Clegg dan mantan PM John Major. PM Hollande dan mantan PM Sarkozy (Prancis), Sekjen PBB Ban Ki-moon, PM Tony Abbot (Australia), Presiden Mahmoud Hussain (Pakistan), Presiden Raul Castro (Cuba), Presiden Pranab Mukherjee dan Sonia Gandhi (India), sampai Wapres Li Yuanchao (China) terlihat ikut hadir di upacara tersebut. Sebagian didapuk memberikan tribute untuk Mandela di podium.
(Daftar hadir lengkap para pemimpin dunia ada disini http://www.dailymail.co.uk/news/article-2521202/Nelson-Mandelas-memorial-service-whos-world-leaders.html).
Seriously, my friends, this is a “truly-can’t-afford-to-miss” event.
Saya membayangkan bagaimana repotnya South Africa menjaga keamanan para kepala-kepala negara tersebut, plus betapa hebohnya event organizer yang mengatur acara besar dadakan ini.
Di tengah keriuhan event tersebut, tentu di benak saya muncul pertanyaan, siapa yang mewakili Indonesia, negara demokrasi ketiga terbesar dengan populasi keempat terbesar di dunia? Amrik saja diwakili orang nomor satu. Sambil menonton acara tersebut, sembari deg-degan saya googling, SBY datang nggak ya?
Oh, ternyata SBY tidak bisa hadir! Alasan resminya, karena SBY harus menghadiri ASEAN-Japan Commemorative Summit di Tokyo pada hari Kamis tanggal 12 Desember 2013.
Well, tampaknya di dunia ini cuma presiden Indonesia yang punya tight schedule. Ke-91 pemimpin dunia lainnya termasuk Obama, Ban Ki-moon, Cameron, semua cuma pengangguran yang kurang kerjaan.
Padahal, sebagai contoh, PM Australia Tony Abbot yang ikut hadir di Johannesburg hari Selasa tersebut, sudah tiba kembali di Canberra pada hari Rabu sore, untuk mempersiapkan diri lahir bathin dimaki-maki oposisi di parlemen soal rencana penutupan pabrik mobil nasional Holden.
Atau, barangkali presiden kita ini orang yang kuper dan minder, tidak merasa sebagai bagian dari klub elit the world leaders?
Intuisi lebay saya bergerak semakin liar. Oh, bisa jadi SBY khawatir nanti bakal dicecar jurnalis-jurnalis reseh dari CNN atau Al Jazeera soal kasus Century dan Hambalang.
**Memangnya CNN ngerti skandal Century? Lebay tingkat dewa…**
Baiklah, lantas siapa yang mewakili Indonesia di Jo’burg? Wapres Boediono dong? Atau seapes-apesnya, Menlu Marty Natalegawa? Bukan. Menkokesra Agung Laksono, dialah orangnya yang ditunjuk oleh SBY.
Sumpe lo?
Yup. Menkokesra, which is salah satu pos yang paling powerless di Kabinet RI.
**Iya dong, judulnya ngelayat orang mati kan? Emang Menkokesra dong yang paling pas. Negara-negara lain pada lebay aja itu mah, bela-belain mengutus Presiden atau PM atau Raja**
Mari kita lihat lagi daftar hadir di atas. Aha, Indonesia tidak tercantum! Mungkin karena cuma diwakili Menkokesra, dianggap tidak signifikan. Negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, tapi tidak dianggap eksis. Gubrak!
Kenapa sih kita harus menghargai Mandela? Sejauh apa keakraban kita dengan bangsa Afrika Selatan?
Koran-koran tanah air sudah habis-habisan membahas kedekatan Indonesia dengan Mandela dan Afrika Selatan. Afsel dan Indonesia sama-sama bekas jajahan Belanda. Banyak tokoh-tokoh pejuang Indonesia, terutama dari wilayah Makassar dan Madura, yang dibuang penjajah Belanda ke Afsel. Mereka kemudian menetap dan keturunannya menyebar di seantero wilayah Afsel.
Mandela sangat mengagumi Soekarno. Ia hadir di KAA Bandung th 1955 sebagai salah satu wakil tokoh Afrika. Soekarno dan KAA menginspirasi Mandela untuk meneruskan perjuangan anti rezim apartheid. Setelah 27 tahun menghuni penjara, ia dibebaskan pada tahun 1990.
Mandela hadir di KTT Non Blok di Jakarta dan Bogor tahun 1992. Soeharto menghadiahinya 1 kontainer baju batik rancangan Iwan Tirta. Sejak itu Mandela menjadi penggemar berat batik. Ia mengenakan batik di berbagai event, termasuk ketika Afsel menjadi penyelenggara the World Cup tahun 2010. Gelar sebagai duta batik paling pantas disandang oleh Mandela sebagai tokoh yang tercatat paling sering memakai batik. Bukan Soekarno, bukan Soeharto, apalagi Jokowi.
Saking cintanya pada batik, sampai-sampai jenazah Mandela pun dikenakan kemeja batik.
(http://news.detik.com/read/2013/12/11/182225/2439298/10/menko-kesra-jenazah-nelson-mandela-mengenakan-batik?991104topnews)
**Saya sedang membayangkan, saat para pemimpin dunia melihat jenazah Mandela, pasti langsung pada celingukan kiri-kanan, mencari-cari sosok presiden Indonesia sang empunya batik. Woiii, mana SBY? Mana? MANNAA?**
Saya tidak pernah belajar ilmu hubungan internasional. Tapi kacamata awam saya memandang “ketidakhadiran” Indonesia di upacara penghormatan Mandela sebagai kegagalan kita menghargai eksistensi diri sendiri –bangsa Indonesia yang (katanya) BESAR– di tengah-tengah masyarakat dunia. Sejalan pula dengan hasil survey PISA yang menempatkan kita sebagai bangsa “terbodoh” kedua di dunia (http://portraitindonesia.com/indonesian-kids-dont-know-how-stupid-they-are/), kita tidak cukup cerdas untuk menghargai kebesaran dan ketokohan seorang Nelson Mandela.
Worst of all, kita gagal menghargai Mandela sebagai duta promosi batik internasional.

0 komentar:
Posting Komentar