Demokrasi sebagai sebuah konsep ketatanegaraan atau politik awalnya tidak dikenal dalam Islam. Demokrasi adalah konsep yang memandang bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat. Kekuasaan dalam sejarah pemerintahan Islam tidak memiliki model baku. Pemilihan kepemimpinan era al-Khulafaur Rasyidun berbeda antara Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Apalagi pengangkatan khalifah pada era Dinasti Mu’awiyah, Abbasiyah, Fathimiyah dan Utsmaniyah. Meskipun demikian, ada institusi permusyawaratan (syura) yang dijadikan dasar dalam pemilihan al-Khulafaur Rasyidun. Prinsip syura dipandang sebagai dasar penerimaan konsep demokrasi bagi umat Islam (Mufid, 2009: 11).
Namun, tidak semua umat Islam sepakat dengan demokrasi, ada yang berpandangan minor bahwa demokrasi adalah konsep asing. Muncul pandangan, Negara Indonesia berdasarkan Islam, karena mayoritas penduduknya beragama Islam. Demokrasi adalah al-dien, seperti Yahudi, Nasrani dan Majusi yang tertolak sejak dari sumbernya. Menerima demokrasi berarti mendustakan al-Qur’an yang secara tegas telah menyatakan kesempurnaan Islam. Demokrasi membatalkan tauhid (Ba’asyir 2008: 138-153). Dasar pemikiran tersebut, berakar dari konsep tauhid mulkiyah. Menurut mereka, bahwa orang yang berhukum dengan selain hukum Islam adalah kafir.
Demokrasi mendapatkan penolakan dari Hizbut Tahrir Indonesia (al-Islam, 2013: 25/1). Demokrasi menjadi awal berbagai permasalahan yang terjadi di Indonesia. Pemerintah juga gagal menegakkan hukum. Korupsi makin menjadi-jadi, korupsi banyak dilakukan oleh para pejabat yang berlangsung makin masif dan sistemik, korupsi yang dilakukan oleh bupati/walikora, gubernur, belum lagi di tingkat legislatif yang tidak terhitung berapa jumlahnya; terjadinya makelar kasus di tingkat yudikatif. Trias politika yang menjadi patron demokrasi telah gagal memainkan perannya.
Wahid (2009:176) mereka menyalahkan para Pendiri Bangsa karena telah memilih Pancasila sebagai dasar negara, bukan Islam. Menurut mereka inilah penyebab krisi multidimensioanal di Indonesia: krisi ekonomi, degradasi moral, tidak tegaknya keadilan, tidak adanya kepastian hukum, maraknya korupsi, dan lain sebagainya. Dengan mengarahkan semua masalah itu pada Pancasila, mereka ingin menolak Pancasila kemudian melenyapkannya. Mereka menawarkan pemahaman sempit dan terbatas tentang Islam pengganti Pancasila.
Sumber Bacaan
Baasir, Abu Bakar. (2008). Surat-Surat Kepada Penguasa. Klaten: Kafayeh Cipta Media.
Buletin Dakwah, Al-Islam. Hizbut Tahrir Indonesia. 25 Januari 2013.
Mufid, Ahmad Syafii. (2009). “Faham Islam transnasional dan proses demokratisasi di Indonesia.” Harmoni; Jurnal Multikultural & Multireligius, Vol. VIII. No. 31, Juli – September. h. 8-34
Wahid, Abdurahman, (ed). (2009). Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Trannasional di Inonesia, Jakarta: Desantara Utama Media.

0 komentar:
Posting Komentar