Korupsi muncul sebagai akibat dari buruknya sebuah sistem yang berkembang. Apalagi di era globalisasi seperti sekarang ini, tindak pidana korupsi seperti sudah langganan kaum elit negeri ini. Besarnya pengeluaran saat kampanye dan pemilihan menjadikan pemimpin lupa akan hakekat pemilihan atas dirinya oleh masyarakat. Misi yang awalnya untuk mensejahterakan masyarakat berubah jadi usaha memperkaya diri dengan mengambil uang hak rakyat.
Usaha pencegahan dan pemberantasan yang dikembangkan pemerintah kemudian menunjukkan hasil. Banyak pejabat yang terlibat kasus pidana korupsi tertangkap. Sesumbar, agama maupun kekuasaan sekarang sudah bukan alasan koruptor untuk mendapat pengampunan. Pemerintah tidak tebang pilih dalam menindak koruptor. Hal ini bisa dibuktikan tertangkapnya Akhil Mochtar, Ketua Mahkamah Konstitusi yang terlibat kasus suap pemilukada.
Hal selanjutnya adalah jatuhnya hukuman bagi Angelina Sondakh. Vonis awal 4 tahun berubah menjadi 12 tahun penjara dan mengembalikan uang suap yang telah diterimanya. Tapi sepertinya hal ini tidak juga membuat koruptor ini kapok ataupun jera. Masih banyak koruptor yang menghirup udara segar di luar sana. Mereka masih tersenyum girang karena belum terungkap korupsinya. Padahal pada kenyataannya mereka hanya tinggal menunggu giliran saja.
Untuk mengatasi hal ini pemerintah sangat membutuhkan dukungan dan peran serta masyarakat. Kerjasama seluruh elemen masyarakat akan sangat membantu pemerintah dalam usaha mencegah dan memberantas korupsi yang kini merajai politik di Indonesia. mayarakat diharapkan dapat proaktif dengan usaha pemerintah dalam mencegah dan memberatas korupsi. Sehingga para koruptor ini benar-benar bisa kapok dan tidak menjadi koruptor lagi.

0 komentar:
Posting Komentar