(ame)
Seperti biasa di lingkungan tempat tinggal kami selalu diadakan pengajian dan arisan setiap Senin malam. Acara ini diadakan dari rumah ke rumah secara bergiliran dan berlangsung hingga satu tahun. Biasanya acara ini dihentikan sementara menjelang datangnya bulan Ramadhan dan dimulai lagi setelah idul-fitri.
Acara dimulai selepas maghrib dan diisi pengajian dengan sumber bacaan kitab-kitab klasik yang sudah ratusan tahun usianya. Di antaranya adalah kitab “Riyadus-shalihin” (Pelatihan orang-orang shalih). Kitab ini telah menjadi pegangan para ulama dan pelajar selama ratusan tahun. Di Indonesia kitab ini dijadikan bacaan wajib di seluruh pesantren.
Secara garis besar kitab ini berisi tentang dorongan agar manusia benar-benar menghambakan diri kepada Tuhan dan rajin beramal shalih (berbuat baik). Mulai dari soal keikhlasan, kesabaran, menegakkan kebenaran, konsistensi, kesungguhan, hemat, berjarak dengan keduniawian, kedermawanan, tolong-menolong, amar ma’ruf nahi munnkar, dan menghindari kezaliman. Selain itu kitab ini juga berbicara soal urusan manusia sebagai makhluk sosial, seperti soal perdamaian, berbelas kasih pada anak yatim, orang miskin, menjaga hak perempuan, hak suami-istri, hak-hak tetangga, orangtua, anak dan keluarga, hormat kepada ulama/guru, orang-orang shalih dan lain-lain.
Sungguh bacaan yang luar biasa. Wajarlah apabila kitab ini selalu relevan hingga ratusan tahun lamanya. Sebab di dalamnya berisi panduan inti yang harus dilakukan manusia agar hidupnya baik di sisi sesamanya dan terutama di sisi Tuhannya.
Dalam konteks itulah pengajian yang Senin malam lalu diadakan di tempat tinggal kami menemukan relevansinya secara nyata. Sebab apabila di dalam kitab terdapat anjuran menghormati hak-hak tetangga, soal kedamaian dan menghindari kezaliman, malam itu seolah para jamaah diuji konsistensinya (suatu hal yang juga diajarkan dalam kitab ini) untuk menghormati hak tetangganya. Siapapun dia dan apapun agamanya.
Ya. Kebetulan malam itu juga seorang tetangga yang rumahnya persis di depan rumah kami dan hanya dipisahkan jalan selebar 3 meter-an, sedang menggelar acara serupa. Semacam ‘pengajian’-nya umat Nasrani-lah kira-kira begitu. Ketika terdengar suara nyanyian gereja yang cukup keras tetapi merdu, secara spontan sang ustaz yang memimpin pengajian di rumah kami berujar, “Wah! enak juga ya dengarnya. Kita berhenti sampai sini saja atau bagaimana?” Kemudian sang ustaz memutuskan, “Kita teruskan saja pelan-pelan, ya”. Ada juga salah seorang jamaah yang berujar, “Kok bisa kebetulan bareng gini, ya” yang lantas dijawab ustaz lainnya secara bijak, “Gak apa-apa. Inilah simbol kerukunan”. Ya! Itulah simbol kerukunan, kedamaian dan penghormatan terhadap hak tetangga seperti yang diajarkan di dalam kitab Riyadhus-shalihin.
Suasana lebih seru lagi pada saat kami mulai acara pembacaan ‘Maulid’ atau ‘Barzanji’ dan tiba waktunya para jamaah berdiri (asyraqal-an) dan membaca shalawatan bersama dengan nada tertentu sebagai berikut :
Yaa Nabi salaam alaika
yaa Rasul salaam alaika
yaa Habiib salam alaika
sholawattullah alaika
Asyroqol badru alainaa
fakhtafat minhul buduuru
mitsla husnik maa ro-ainaa
qoththu yaa wajhas suruuri
Pada waktu yang hampir bersamaan terdengar dari depan rumah suara lagu gereja yang juga dinyanyikan secara bersama. Wah…indahnya mendengar dua lagu rohani yang dinyanyikan oleh jamaahnya masing-masing dalam waktu yang hampir berbarengan. Saat itu ingin rasanya melantunkan Shalawat dengan irama nyanyian Malam Kudus seperti yang pernah dilantunkan Cak Nun (Emha Ainun Nadjib), “Shalatullah…….salamulllah. ala…thaha…Rasulillah…”
Saya jadi teringat juga satu syair yang biasa kami lantunkan pada beberapa Senin malam sebelumnya begini :
Annabi shollu alaih, sholawatullohi’alaih
Wayana lulbarokat,kuluman sholu’alaih
Anabi yaa hadirin, I’lamu’ilmal yaqin
Annarobbal’alamin,farodosholawati’alaih
Annabi yaa man hadhor, annabi khirul basyar
Man dana lahul qomar, wanazal sallam alaih
Annabi dzakal arus,dzikruhu yuhyinnufus
Annashro wal majuus, aslamu baina yadaih
Annabi zakal malih, qowluhu qowlu shohih
Wal quran syaiun, allazi undzil’alaih
Annabi yahlal’ arob, annabi madhuh thorob
Alhabiib alinnasab,sholawatullohi’alaih
Alhasan tsummal husen,linabi qurrotul’ain
Nuruhum kalkaukabain, jadduhum shollu’alaih
Dari untaian syair shalawat di atas, terdapat satu kalimat yang indah dalam konteks kerukunan beragama ini : Annashro wal majuus, aslamu baina yadaih ( Orang-orang Nasrani dan Majusi mereka menjadi selamat (damai, sejahtera) di tangannya (Muhamad SAW). Umat beragama apapun dijamin keselamatannya oleh Sang Pemimpin sejati.
Pengajian kami dan kebaktian mereka-pun selesai hampir bersamaan. Satu persatu jamaah kami dan mereka mulai pulang. Saya lihat di antara mereka saling bertegur sapa. Bahkan salah seorang dari mereka yang parkir mobil persis di depan pintu pagar rumah kami juga sempat berpamitan dengan beberapa orang jamaah kami, “Mari bapak-bapak”. Kamipun menjawab serempak, “Mari..silahkan”.

0 komentar:
Posting Komentar