Apa yang ada dibenak anda ketika mendengar kata pengemis? Apa yang akan anda rasakan ketika melihat orang-orang ini meminta dijalanan? Apa yang anda pikirkan ketika menyebut orang ini sebagai pengemis ? Pada dasarnya, keinginan untuk memberi dan empati selalu ada pada diri manusia. Dari hati nurani manusia itu sendiri, kita bisa merasakan bagaimana kita bersyukur di berikan kecukupan daripada mereka.
Selanjutnya, bagaimana dengan larangan atau himbauan pemerintah untuk tidak memberi pengemis ini? apa yang akan kita lakukan dengan isu yang muncul beberapa hari lalu “Enot (71), seorang pengemis yang mengantongi Rp 3,56 juta dari hasil mengemis selama 10 hari, mengaku tak betah di panti sosial dan ingin kembali ke jalan. Perempuan tua ini terjaring razia penyakit masyarakat Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan pada 27 September 2013 lalu dan dititipkan di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 di Jalan Raya Bina Marga, Cipayung, Jakarta Timur (Tribun,5 oktober 2013).”
Selain itu, belakangan ini terkuak bahwa pengemis ini memiliki satu orang yang diduga pemasok penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) termasuk pengemis di titik-titik lampu merah maupun pinggiran pertokoan tempat mereka meminta-minta. Para pengemis ini selanjutnya akan memberikan hasil sumbangan yang mereka dapatkan keada bandar PMKS. Menurut Fauzi Bowo (2007), rata-rata bandar PMKS membawa 100-150 orang untuk dikirim ke daerah-daerah dijakarta. Bayangkan saja jika satu orang memberikan Rp30.000,00 per hari dikalikan dengan 150 orang maka bandar ini akan mendapat penghasilan Rp.4.500.000,00 per hari.
Pengemis-pengemis ini biasanya akan dikirim dengan mobil box terbuka pada pagi hari saat matahari belum bersinar terang. Sekitar pukul 05.00 pagi mereka dikirim ke titik-titik lampu merah dan baru akan dijemput ketika tengah malam saat jalanan sudah mulai sepi. Pada kenyataanya, menurut mereka memberikan setoran 30 ribu sangat mudah. Hal ini dikarenakan penhasilan yang mereka dapatkan bisa mencapai Rp400.000,00 per hari.
Mendengarnya saja sudah membuat kita ternganga. Bagaimana tidak, seorang tunakarya bisa menghasilkan uang melebihi Upah Minimum Rakyat (UMR). Lebih dari itu, para pengemis ini tak jarang mendapatkan uang dari orang yang gajinya lebih sedikit dari uang yang mereka dapatkan dari mengemis ini. Melihat kejadian ini, sungguh terdengar ironis ditelinga kita. Sempat terlintas di benak kita, “untuk apa memberikan sumbangan kepada mereka, toh uang yang mereka dapat lebih besar dibanding saya”.
Banyak polemik yang muncul apakah peraturan pemerintah untuk tidak memberikan sumbangan kepada peminta-minta dijalanan harus diterapkan atau tidak. Jika pengemis saat ini banyak yang dipasok oleh satu orang untung sengaja mencari sumbangan, lalu bagaimana dengan mereka yang memang tidak memiliki kemampuan untuk bekerja. Lalu bagaimana denga mereka yang memang tidak memiliki penghasilan yang cukup walalupun sudah mengemis? Bagaimana dengan mereka yang memang mebutuhkan bantuan dari kita.
Jika jawabannya adalah kita harus memberikan sumbangan ini kepada pihak pengelola sedekah. Apakah pihak pengelola ini bisa menjamin akan menyalurkan dana ini kepada orang yang benar-benar membutuhkan. Apakah mereka bisa menjangkau para pengemis yang sesungguhnya membutuhkan bantuan kita. Sungguh banyak perdebatan yang harus dipecahkan untuk menangani masalah PMKS ini.
Pembentukan Panti
Usaha yang dilakukan pemerintah yang saat ini dilakukan adalah membangun panti untuk menampung para PMKS yang berasil terjaring razia polisi. Di dalam panti ini mereka diberikan pembinaan keterampilan wirausaha. Mereka juga diberikan pendidikan keahlian di bidang masing-masing yang nantinya akan membangun kemandirian dari PMKS ini sendiri. Namun, tak sedikit dari mereka yang mengeluh jenuh dan ingin kembali menjadi pengemis. Hal ini dikarenakan pola pikir yang sudah tertanam dari kebiasaan mereka. menjadi seorang wirausaha yang notabene bekerja untuk mendapatkan hasil dengan jerih payah dan keringat yang mereka lakukan sendiri jelas bertolak belakang dengan kegiatan yang mereka lakukan sebelumnya, yaitu menjadi pengemis. Inilah persoalaan yang harus dipecahkan. Kita dan pemerintah harus bisa mengubah paradigma para PMKS termasuk pengemis untuk tidak menggantungkan diri mereka kepada sumbangan para dermawan dijalanan.

0 komentar:
Posting Komentar