“Apakah sebagai Muslim boleh mengucapkan
‘Selamat Natal’ kepada umat Nasrani/Kristiani?”
Pertanyaan menarik, semenarik diskusi yang akan muncul dari pertanyaan selanjutnya. Apa sih salahnya jika seorang Muslim mengucapkan, “Selamat Natal” kepada umat Nasrani/Kristiani yang sedang merayakannya? Apakah dengan mengucapkan kata tersebut, maka serta merta kita sebagai umat Muslim menjadi murtad?
Kadang saya tersenyum jika membaca atau mendengar hal-hal seputar ini sedang di-‘diskusi’-kan, bukan tersenyum mengejek terhadap pihak yang menganggap bahwa mengucapkan kalimat tersebut adalah melanggar aqidah dalam ke-Islam-an dan dianggap murtad, tetapi tersenyum kenapa masalah seperti ini masih saja (selalu) dipermasalahkan.
Aqidah Islamiyah dan kata, “murtad” bagi umat Muslim seharusnya sudah dipahami dengan baik jika memang kita mau memahaminya. Secara garis besar, aqidah dalam Islam adalah rasa iman yang pasti kepada Allah, bertauhid, dan taat semata-mata hanya karena-Nya. Beriman atas malaikat-malaikat, rasul-rasul, kitab-kitab, hari akhir, dan takdir semata-mata juga hanya karena-Nya.
Murtad sendiri dalam pengertian Islam adalah, seorang Muslim yang keluar dari agama Islam dan memeluk agama lain selain Islam, hal ini dapat dilakukan dengan kata-kata disertai perbuatan, usaha, kepercayaan, serta keyakinan atas kata-kata yang sudah dinyatakan terhadap agama lain selain Islam.
Kedua hal tersebut dapat lebih diperjelas dan ‘dikupas’ hingga mencapai esensi hakiki atas pengertian dari aqidah Islam dan murtad itu sendiri. Sejatinya, tetap saja tidak ada korelasi antara seorang Muslim mengucapkan, “Selamat Natal” kepada umat Nasrani/Kristiani dengan terlanggarnya ketetapan aqidah Islam apalagi menjadi murtad.
Bagaimana mungkin dengan hanya mengucap, “Selamat Natal” kepada seorang umat yang merayakan, kemudian (ada) saudara Muslim menyatakan bahwa kita telah melanggar ketetapan aqidah Islam padahal kita sendiri masih meyakini tauhid yang terkandung dalam ketetapan aqidah Islam itu sendiri, atau kita dianggap murtad, sementara kita masih meyakini bahwa agama kita adalah tetap Islam.
Saat menjelang, pada harinya, kemudian beberapa hari sesudahnya merayakan hari raya Idul Fitri, saya selalu mendapat pesan singkat melalui handphone, blackberry yang berisi ucapan, “Selamat merayakan hari raya Idul Fitri…., bla… bla… bla”, dari saudara, sahabat, dan rekan kerja atau usaha. Saudara, sahabat, dan rekan kerja atau usaha tersebut, saya mengetahui tidak semua adalah Muslim, ada saudara saya yang beragama Kristen dan Hindu, ada sahabat dan rekan kerja atau usaha saya yang beragama Kristen, Hindu, Budha, dan Khong HuCu.
Bahkan tidak jarang dari rekan kerja atau usaha, esok hari setelah hari raya Idul Fitri, jika mengetahui saya berada di rumah, mereka berkunjung bersama istri atau suami untuk langsung mengucapkannya sambil membawa ‘buah tangan’. Hal inipun juga dilakukan oleh tetangga non Muslim di sekitar rumah saya untuk berkunjung kepada tetangga Muslim di sekitarnya untuk melakukan hal yang sama.
Saya menganggap, mereka (non Muslim) melakukan itu semua karena mereka menghargai keberadaan hari besar agama kita yang sedang dirayakan yaitu hari raya Idul Fitri, pastinya bukan karena mereka ‘murtad’ karena mengakui agama Islam saat mengucapkan, “Selamat Hari Raya Idul Fitri”, karena mereka tetap meyakini agama mereka terlihat pada hari-hari selanjutnya tetap beribadah dengan cara sesuai ajaran agamanya.
Pernah satu waktu, dengan sahabat akrab saya non Muslim, setelah menerima pesan singkat atas ucapannya, saya membalas, “Tks (terima kasih) bro utk ucapannya, loe kalo mau makan ketupat besok ke rumah gw aja, masih ada. Tapi nnt loe murtad apa ga?” sambil saya sisipkan emoticon wajah tersenyum di akhir pesan singkat balasan. Tak lama sahabat saya membalas, diawali dengan dua emoticon animasi wajah tertawa, “ada jg elu kale yg makan kue gw murtad, ribet sie lu….”.
Ada berbalas pesan singkat setelahnya, yang saya cermati adalah pernyataan, “ribet sie lu”, maksudnya adalah agama (Islam) saya yang ribet. Padahal saya sangat meyakini, agama saya Islam sangat tidak ribet, Islam hanya mengajarkan bersaksilah bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, bersaksilah bahwa Muhammad utusan Allah, jalankan sholat lima waktu sebagai tiang agama dan perintah-perintah-Nya, jauhi segala larangan-Nya, jadi dimana ribetnya Islam itu?
Pernah satu ketika saya bertanya kepada sahabat saya (rekan usaha) sesama Muslim, topik yang saya pertanyakan adalah sama seperti yang saat ini saya ulas, memberi ucapan kepada umat yang sedang merayakan Natal.
Jika ada undangan acara halal bihalal di kantor klien, sahabat saya ini jika tidak sedang di luar kota, akan datang menghadiri dan mau menerima jabat tangan dari non Muslim yang mengucapkan selamat tetapi saat diundang untuk menghadiri acara Natal di kantor klien, sahabat saya tidak akan pernah datang, ketika saya tanyakan kenapa, jawabannya adalah;
“Kalau mereka ngucapin lebaran ke kita ga masalah
Yang penting kita jangan ngucapin Natal, itu sama aja kita ngakuin Kristen”
Sahabat saya non Muslim dengan sahabat saya rekan usaha sesama Muslim, mereka tidak saling mengenal, interaksi yang terjadi antara saya dengan mereka juga tidak dalam kurun waktu yang sama, saya hanya berpikir apakah mungkin yang diangap ‘ribet’ oleh sahabat saya non Muslim adalah karena mendengar, melihat, merasakan dari sesama Muslim lain yang mempunyai pandangan sama dengan sahabat saya rekan usaha sesama Muslim?
Pada satu kesempatan hal ini saya tanyakan kepada salah satu tokoh Islam di Indonesia yang saya hormati dan (menurut saya) amanah pada jalur ke-Islam-annya, saya anggap beliau sebagai guru saya dalam memaknai arti Islam dalam keberagaman berkehidupan beragama saat ini, jawaban beliau singkat;
“Selama kita dapat menjaga aqidah ke-Islam-an kita”
Setiap tahun, baik dalam bentuk berkirim pesan singkat atau ucapan langsung, saya selalu mengucapkan selamat kepada saudara, sahabat, dan rekan kerja atau usaha juga tetangga di sekitar rumah saya pada hari sesudahnya dimana mereka merayakan hari besar agama mereka. Apakah sudah terlanggar aqidah ke-Islam-an saya atau saya menjadi murtad?
Islam mengajarkan kebaikan dan kedamaian, jalankan semua perintah-Nya (saya artikan seluruh perbuatan baik dan bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain, juga mahluk hidup lain) dan jauhi semua larangan-Nya (saya artikan seluruh perbuatan buruk yang merugikan diri sendiri, orang lain, juga mahluk hidup lain), dan saya sangat percaya Allah tidak akan pernah salah dalam menilai hamba-hamba-Nya.

0 komentar:
Posting Komentar