KPK, Andi Mallarangeng dan Sikap Ksatria
“Sejak minggu lalu saya siap ditahan, koper juga sudah siap” itulah perkataan Andi saat menaiki tangga KPK menuju ruang tunggu. Setelah pemeriksaan yang berlangsung sekitar enam jam itu selesai, mantan Menteri Pemuda Dan Olahraga tersebut keluar dari Gedung KPK namun sudah mengenakan rompi oranye bertuliskan“Tahanan KPK”.
Kejadian tersebut berlangsung hari Kamis, 17 Oktober 2013 sekitar pukul 15.50 WIB. Butuh hampir 10 bulan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menahan Andi setelah ditetapkan menjadi tersangka sejak 6 desember 2012. Hal ini juga menjadi semacam“jawaban nyata”atas keraguan publik terhadap Lembaga Anti Rasuah ini, yang sering dinilai lambat dalam memproses pihak-pihak yang berhubungan dengan kekuasaan.
Andi Alifian Mallarangeng, mantan Juru Bicara Presiden SBY (2004 – 2009) ini akhirnya di tahan KPK karena menjadi tersangka korupsi dalam kasus Hambalang. Ia di duga melakukan abuse of power atau penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama yang menyebabkan kerugian Negara sekitar Rp. 463,6 Miliar menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Andi tidak sendirian, diantaranya teman separtainya Anas Urbaningrum Mantan Ketua Umum Partai Demokrat juga tidak luput ditetapkan menjadi tersangka terkait gratifikasi dalam proyek yang sama.
Mengawali karier diantaranya sebagai anggota Tim Revisi Undang-Undang Bidang Politik Departemen Dalam Negeri (1998), dikenal mempunyai pembawaan yang santun, ramah dan murah senyum. Kumis yang tebal merupakan trade mark yang tidak bisa dipisahkan. Desakan banyak pihak sangat kuat untuk segera menahan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (1999-2000) ini, namun KPK agaknya “berhati-hati”dan berhasil“menghancurkan”apriori publik dengan“berani”menahan tersangka tentu karena sudah mengantongi minimal dua alat bukti yang kuat.
Lepas dari perkara hukum yang menjeratnya, kita patut“angkat topi”terhadap sikap mantan rival Anas Urbaningrum dan Marzuki Alie dalam pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat kemarin. Mengapa? ditengah budaya“pengecut dan tidak tahu malu”yang secara kasat mata ditunjukan para koruptor di negeri ini, masih ada“seberkas jiwa ksatria”yang ditunjukannya ke publik. Kronologis kejadian sejak ditetapkan sebagai tersangka hingga penahanan menunjukan bahwa Andi bukan orang yang“rewel”dan “ribet”. Begitu menjadi tersangka Andi dengan“legowo”mengundurkan diri dari jabatannya, berbeda dengan para tersangka korupsi yang lain, walau sudah tersangka tetap menduduki jabatannya karena bersikukuh tidak bersalah. Hukum tertulis dalam wujud undang-undang tentang“asas praduga tak bersalah”memang bisa menjadi alasan penguat, namun kita kadang abai bahwa ada hukum tidak tertulis yang lebih kuat efeknya yaitu hukum sosial masyarakat. Hukum ini tentang tata nilai, kepantasan, kejujuran, etika, moral, tata krama, sifat satria, ewuh pekewuh yang bagi adat ketimuran sangat dijunjung tinggi. Bukan barang baru jika banyak pejabat publik yang walau punya kapabilitas dan skill yang hebat, namun akhirnya“tumbang”karena tersangkut masalah moral dan etika.
Belum lagi jurus sakti yang sangat terkenal yaitu“tiba-tiba sakit”ketika ada pemanggilan sidang atau pemeriksaan terhadap para koruptor. Jika benar-benar sakit memang harus kita maklumi, namun jika ternyata cuma alasan untuk menghindar dan mengulur-ulur waktu itu yang sangat disayangkan.
Beberapa kali pemanggilan pemeriksaan dari KPK, nampaknya juga direspons positif dan kooperatif dari pihak Andi sekeluarga, dibuktikan dengan koper yang sudah disiapkan di mobil jika sewaktu-waktu ditahan.
Tulisan ini bukan untuk membela para koruptor yang menyengsarakan seluruh rakyat dan tumpah darah Indonesia. Tulisan ini untuk mendukung KPK supaya terus maju digaris terdepan memberantas penyakit menahun bangsa ini tanpa pandang bulu yaitu“korupsi”yang sudah berurat akar dan mencapai level yang sangat mengkhawatirkan. Seorang Andi Mallarangeng hanya salah satu contoh tersangka korupsi yang ditangani KPK, lepas bersalah atau tidak akan dibuktikan di pengadilan, yang masih menunjukkan “sikap ksatria”dalam proses hukum yang dijalaninya. Dimana sikap ini sangat langka ditunjukan oleh para koruptor di negeri ini. Sikap ksatria memang tidak bisa“menihilkan”hukuman bila nanti terbukti bersalah di pengadilan, namun bila sikap ini bisa“menular”dan menjadi”habitus baru”para koruptor, setidaknya tugas KPK bisa lebih ringan, para koruptor bisa diproses hukum”lebih cepat”maka keadilan bisa lebih cepat dan tepat ditegakkan di bangsa tercinta ini. Semoga.
Penulis :
Agung Pramudyanto, ST
Pengamat dan Pemerhati Sosial Politik Kemasyarakatan

0 komentar:
Posting Komentar