Sepintas tidak ada yang salah dengan berita diatas. Tetapi begitu berita dibawah ini diperhatikan, letak keganjilannya mulai terasa.
Keganjilannya adalah kedua berita diatas menampilkan berita sampah dikota Tamiang Layang secara kompak. Namun kedua media ini tidak kompak menampilkan fakta yang lewat didepan hidung mereka sejak lama, yaitu lingkungan pendidikan di Barito Timur menjadi lokasi pelacuran. Realita ini bukanlah gosip kemaren sore. Bukan ‘hoax’, bukan pula bermaksud mencela. Akan berbeda maknanya jika hadirnya kenyataan ini baru berlangsung beberapa bulan. Melainkan sudah berlangsung lama, bertahun-tahun. Sebuah Fakta dibalik ketidakberdayaan pemerintah setempat dalam menjaga moral masyarakat dengan dukungan keengganan media mewartakannya. Tebang pilih, barangkali menjadi ungkapan tepat untuk melukiskan kenyataan ini. Khususnya moral para pelajar. Para guru-guru juga tak sekalipun keberatan dengan kenyataan yang terjadi didepan mata mereka saat mengunci pintu pagar sekolah. Apakah ini suatu pembiaran, pengabaian atau ketidaktahuan ? sebab dari sisi pemasukan pendapatan daerah setempat juga tidak ada. Sebaliknya justru yang menikmati adalah para turis-turis lokal luar daerah. Sebab rata-rata pengunjung dan mucikari yang datang berasal dari daerah tetangga yang nota bene ditempat asalnya dilarang untuk membuka aktifitas sedemikian rupa.
Lokasi Kesatu
Lokasi Kedua
Masih ada satu lokasi lagi yang tidak penulis cantumkan dalam tulisan ini, yaitu berada dipinggir jalan umum negara seberang SDN Kanris. Kemudian 1 karaoke sekaligus tempat esek-esek didesa Jaweten.
Kedua lokasi tersebut diatas adalah lokalisasi tak berizin ‘free zone’. Bebas dari pengawasan. Dinas kesehatan tentunya sulit untuk mendata apakah diantara pekerja seks komersial terindikasi mengidap HIV. Alih-alih masuknya kampanye kondom.
Menurut wawancara penulis bersama para pekerja seks komersial dilokasi tersebut, beberapa wartawan pernah berkunjung dengan maksud untuk meliput aktivitas lokalisasi. Namun, hingga berita ini ditayangkan, berita yang diperoleh dari para wartawan tak kunjung diwartakan. Hanya saja, sepulangnya para wartawan dari lokasi, beberapa keterangan seperti surat izin usaha tempat pijat sebagai kedok sudah tidak ditemukan pada papan tulis pintu masuk. Sedangkan dari hasil wawancara penulis bersama para pengunjung, mereka menyebutkan berasal dari luar daerah seperti Tanjung, Amuntai, Barabai Provinsi Kalimantan Selatan.

0 komentar:
Posting Komentar