harga genset murah

Peniscaya Kemustahilan


Seorang teman yang menjadi Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno, menulis dalam milisnya yang saya terima pagi ini tentang “Peniscaya Kemustahilan”. Indonesia, tulisnya, membutuhkan banyak sosok “peniscaya kemustahilan” untuk maju dan sejajar dengan negara-negara lain.


Saya, sebagaimana Irwan Prayitno, dan mungkin juga banyak kawan lain, meyakini Indonesia ini cukup besar, bahkan begitu besar; cukup pantas, bahkan begitu pantas, untuk menjadi salah satu negara dan bangsa terhormat yang tidak saja mampu mensejahterakan rakyatnya, tetapi bahkan sanggup ikut mewarnai dan menentukan bagaimana corak peradaban bumi ini seharusnya.


Kesanggupan dan kemampuan itu semestinya bukan saja milik Amerika Serikat—yang cukup lama menikmati “kejumawaan” sebagai satu-satunya negara adidaya pasca Uni Soviet. Atau, bukan cuma hak Rusia yang belakangan mulai pulih dan bangkit sebagai kekuatan di Eropa Timur yang menentukan—dan sekarang mulai berani “mendikte” Paman Sam dalam soal Suriah. Pun, seyogianya tak sekadar milik Cina, raksasa Asia yang terus tumbuh dan dua dekade mendatang diperkirakan akan mampu menyaingi AS. Apalagi kalau hanya menjadi “preogratif” Israel—negeri supermini namun kuat secara ekonomi dan militer serta doyan “mengencingi” negeri-negeri muslim.


Indonesia memiliki modal cukup bahkan lebih dari cukup untuk bermitra tanding dengan negara-negara penentu dunia tersebut. Di sinilah, sekali lagi, mengutip Irwan Prayitno, dan saya sependapat, Indonesia memerlukan sosok-sosok peniscaya kemustahilan. Merekalah figur yang mampu mewujudkan cita-cita dan mimpi yang menurut manusia kebanyakan sebagai ketidakmungkinan.


Sebelum Benua Australia ditemukan, orang di dunia lama meyakini bahwa semua angsa berwarna putih. Sebuah kepercayaan yang tak tergoyahkan ketika itu! Adalah kemustahilan bahwa angsa berwarna hitam. Kemustahilan itu menjadi keniscayaan ketika kemudian orang-orang Eropa menjejakkan kaki di Australia dan menemukan bahwa benar ada angsa hitam—black swan.


Fenomena black swan dalam persepektif sosial adalah fenomena kemustahilan untuk hadir. Ia adalah fenomena yang sangat langka dengan probabilitas kecil tapi ketika muncul berdampak ekstrem.


Dalam persepektif peradaban, pemimpin kaliber black swan dalam konteks yang positif adalah sosok yang selalu ditunggu-tunggu banyak manusia. Umar bin Abdul Azis, misalnya, adalah salah satu contoh nyata sang peniscaya peniscaya kemustahilan. Saat menjadi kepala negara—pasca para sahabat–ia mampu menghilangkan kemiskinan manusia: dalam jangka dua tahun tidak ada lagi rakyatnya yang bisa dikategorikan miskin.


Contoh lain, Alfatih sang peniscaya kemustahilan. Setelah sekitar 8 abad sinyalamen Rasul tentang penaklukan Konstantinopel menjadi obsesi banyak pimpinan, ternyata beliaulah yang berhasil meniscayakannya.


Hari ini Indonesia sangat merindukan para peniscaya kemustahilan ini. Saya bersyukur, masih sempat melihat dalam kaliber yang kecil. Anda tahu kereta api? Belasan tahun saya hampir yakin bahwa kereta api adalah representasi keprimitipan bangsa kita: kumuh, rawan kejahatan, tidak manusiawi, tidak tertib, rawan kecelakaan dan karakter buruk lainnya. Belasan tahun saya melihat hal demikian sehingga hampir mustahil bagi saya untuk bisa percaya bahwa kinerja kereta api bisa berubah: menjadi tertib, tidak kumuh, manusiawi dan menjadi indikasi bahwa kita bangsa yang beradab. Alhamdulillah, saya mengapresiasi manager PT KA Indonesia: mereka layak masuk dalam kriteria peniscaya kemustahilan di negeri ini.


Saya berdo’a dan berharap ke depan Indonesia akan lebih banyak melahirkan sosok-sosok peniscaya kemutahilan di berbagai bidang. Mereka bisa saja yang aktif berkiprah di birokrasi, di dunia politik, dunia usaha, dunia akademisi, dunia olah raga, dunia pendidikan, atau dunia apa sajalah namanya. Untuk menjadi sosok-sosok peniscaya kemustahilan tersebut, bisa saja kita memulainya dengan sebuah langkah sederhana, aksi kecil tapi nyata, dilakukan secara terus menerus. Saya menyakini: satu aksi nyata, jauh lebih berarti tinimbang seribu wacana! Anda?


1386426992656542896



sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/12/07/peniscaya-kemustahilan-617302.html

Peniscaya Kemustahilan | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar