Pada zaman dahulu kala (tepatnya pada awal Februari 2013), ketika Luthfi Hasan Issaq baru saja ditangkap dan jauh hari sebelum Vonis Pengadilan Tipikor dijatuhkan untuk terdakwa Luthfi Hasan, telah terjadi puluhan hingga ratusan perdebatan di berbagai media social tentang bersalah atau tidaknya Luthfi Hasan. Dan ratusan perdebatan itu telah berjalan selama berbulan-bulan hingga cukup melelahkan.
Waktu itu ratusan cyber Army PKS berbondong-bondong menggempur media-media social (termasuk Kompasiana) dan media resmi lainnya menyuarakan pendapat mereka bahwa telah terjadi konspirasi jahat untuk menjatuhkan PKS. Dan mereka betul-betul yakin bahwa Ustad mereka yang terhormat itu tidak bersalah. Dan bukan hanya cyber army nya saja tetapi para elitenya seperti Hidayat Nur Wahid, Fahri “Angry Birds’ Hamzah, Anis Matta dan lain-lainnya juga menyuarakan hal-hal seperti itu.
Tentu saja pendapat-pendapat mereka yang jauh dari logika tersebut mendapatkan perlawanan sengit dari pengunjung-pengunjung di social media. Dan khususnya di Kompasiana dimana perdebatan-perdebatan tersebut berakhir dengan kekalahan telak para kader pks/ cyber army nya. Logika-logika cyber army dipatahkan dengan mudah oleh blogger-blogger di Kompasiana yang memang sebenarnya hanya dalam posisi netral.
Dan setelah semakin terkuaknya alat-alat bukit yang ditemukan dan semakin banyaknya terkuak satu demi satu kebohongan dari Luthfi Hasan (mulai dari kebohongan tentang Darin Mumtazah hingga mobil-mobil mewahnya), cyber army pks mulai menyadari kekalahannya. Tidak dimana-mana mereka kalah dalam berdebat dan kalau sudah kepepet mereka selalu menyalahkan Media yang tidak pernah berpihak kepada mereka.
Dan setelah berbulan-bulan tanpa hasil, hingga pesimis untuk bisa merubah opini masyarakat, Mereka (cyber army alias barisan kader pks) akhrinya hanya bisa mengatakan : Kalau begitu tunggu di Pengadilan saja, biar terbukti nanti Luthfi Bersalah atau tidak!.
Itulah kalimat terakhir yang mereka ungkapkan ketika sudah tidak ada lagi perdebatan yang mampu mereka menangkan.
Tetapi kemudian yang terjadi setelah Vonis Pengadilan Tipikor dijatuhkan ternyata tidak bisa merubah sifat-sifat/ sikap-sikap dari PKS secara keseluruhan. Para elite politiknya langsung bereaksi keras terhadap Vonis Pengadilan Tipikor untuk Luhtfi Hasan
Hidayat Nur Wahid langsung berkomentar tidak ada bukti Luthfi menerima uang yang !,3 Milyar Rupiah. Itu adalah kesalahan seorang Fathanah saja, Dan buktinya Fathanah telah mengaku hanya mencatut nama Luthfi untuk kepentingan dirinya saja sehingga Luthfi sebenarnya tidak bersalah (tidak terbukti menerima suap/ janji suap). Hidayat malah menuduh Vonis Hakim itu adalah rekayasa. Nah loh !
Hidayat Nur Wahid yang mantan Ketua MPR saja tidak bisa melihat logika ketidak-wajaran uang belasan Milyar Rupiah harta Luthfi Hasan yang entah berasal darimana, apalagi dengan para kader-kadernya yang memang sudah buta hati dan buta pikiran. Sehingga kali ini mereka semua malah menyalahkan Hakim-hakim dan Pengadilan Tipikor secara keseluruhan.
Di mata mereka semuanya salah. KPK salah ! ICW salah ! Media Salah ! dan Pengadilan Tipikor juga Salah !
Lalu siapa sebenarnya yang benar?
Sebenarnya, ketika berapa bulan yang lalu ketika ratusan kader pks membentuk Cyber Army untuk membentuk opini tandingan atas terkuaknya skandal suap daging sapi impor, sebenarnya itu sudah merupakan langkah yang sangat keliru. Bukannya simpati yang didapatkan oleh mereka tetapi kebencian yang semakin menebal di masyarakat. Opini yang terbentuk di masyarakat adalah ini kader-kader PKS bukannya berintropeksi diri atas tertangkapnya Ketua Umum mereka malahan membela mati-matian Pemimpinnya yang sudah terbukti tertangkap KPK dengan barang bukti.
Kebencian masyarakat terakumulasi dengan beberapa hal yaitu, Pertama masyarakat merasa tertipu dengan partai yang katanya Dakwah dan berslogan bersih tetapi Ketua Umumnya ternyata korupsi dan bergaya hidup Hedonis. Yang kedua ternyata setelah tertangkap, oknum tersebut tidak mau mengakui kesalahannya dan menyalahkan orang lain. Dan ketiga ribuan para pengikutnya malah membela mati-matian pemimpinnnya yang nyata-nyata bersalah. Hal-hal inilah yang membuat masyarakat begitu geram dengan PKS.
Tapi memang disisi lain ada juga segolongan masyarakat yang masih mau bersabar dan mau merubah bersikap setelah Pengadilan memutuskan Luhtfi Hasan bersalah atau tidak.
Dan moment itu sudah terjadi dimana Vonis Pengadilan Tipikor sudah dijatuhkan kepada Luthfi Hasan dengan Vonis 16 Tahun penjara dan Denda Rp. 1 Milyar
Artinya bahwa betul secara hukum mantan Presiden PKS tersebut memang bersalah dan terbukti telah melakukan tindak kejahatan suap/ korupsi atas jabatan yang diembannya. Vonis telah dijatuhkan dan itu artinya seharusnya semua orang sudah sepakat dan yakin Luthfi Hasan memang telah melakukan kesalahan.
Akan tetapi PKS memang sungguh aneh dan bersikap sangat tidak rasional. Mereka tetap saja tidak mau menerima Vonis dari Pengadilan Tipikor tersebut. Beberapa elite politiknya mengeluarkan statement-statement yang aneh-aneh dan meragukan keputusan dari Vonis Pengadilan Tipikor. Begitu juga para kader-kadernya yang berlomba-lomba menyuarakan pendapat yang sama di berbagai media social.
Nah kalau sudah begini maka yang terjadi adalah semakin bertambahnya tidak simpati masyarakat kepada mereka. Ini partai politik yang satu ini kok berbeda dari yang lain ya? Demokrat saja partai pemerintah elite politiknya di hukum mereka diam saja Golkar juga begitu ketika kadernya terbukti bersalah dan dihukum pengadilan, loh kok pks ini aneh? Sudah jelas korupsi kok tidak mau dihukum?
Dan akhirnya hanya bisa menggumam dalam hati : PKS ini kok nggak pintar-pintar ya? Bagaimana nasibnya di pemilu nanti kalau semakin banyak masyarakat yang tidak suka pada mereka?
Salam Blogger.
Silahkan baca ini juga :

0 komentar:
Posting Komentar