harga genset murah

Pluralisme Gus Dur di Klenteng Gudo



13864314701834463226

Doa bersama di Klenteng Gudo, Jombang, Jawa Timur, usai Sarasehan Pemikiran Gus Dur / photo junanto



Memperingati 4 tahun wafatnya Gus Dur, siang tadi (7/12) saya diundang kawan saya, Ardian Purwoseputro, ke Klenteng Gudo di Jombang, Jawa Timur, untuk menghadiri sarasehan kebangsaan tentang pemikiran Gus Dur. Acaranya unik, karena dihadiri banyak santri dan ulama, namun mengambil lokasi di klenteng Tionghoa.


Mas Ardian berperan sebagai moderator sarasehan, sementara hadir sebagai pembicara dalam sarasehan tersebut adalah KH Sholahudin Wahid atau Gus Solah (Pengasuh Ponpres Tebuireng Jombang), Pak Joaquin Monserrate (Konjen AS di Surabaya), Putu Sutawijaya (seniman), Bingky Irawan (tokoh pluralis), dan Inayah Wahid (putri Gus Dur). Diskusi berlangsung seru karena membahas legacy dari Gus Dur.


Kita semua tentu menyadari bahwa satu hal penting yang diwarisi Gus Dur adalah semangatnya tentang kemajemukan. Sebagai bangsa yang besar, Indonesia itu harus menyadari bahwa dirinya adalah bangsa yang bhinneka. Pancasila telah menanamkan kata Bhinneka Tunggal Ika sebagai pedoman bangsa kita dalam menghadapi keanekaragaman.


Dengan menyadari kemajemukan tersebut, kita harus mampu menerima dan menghormati orang lain yang berbeda dengan kita. Bukan selalu merasa benarnya diri, atau kelompok sendiri, dengan menekan hak kebenaran orang lain. Kebhinekaan, itu jugalah, yang menurut Joaquin Monserrate, Konjen AS, menjadi dasar dari kemajuan bangsa Amerika. Di Amerika, menurutnya, bangsanya bukan hanya terdiri melulu bule Kristen, tapi ada orang hitam, Asia, Kulit kuning, Hindu, Budha, Yahudi, dan juga Islam.


Perbedaan ini juga yang menjadikan kehidupan menjadi lebih indah, menurut seniman Putu Sutawijaya. Ia merasakan sendiri bagaimana rasanya diterima dalam suatu komunitas yang berbeda keyakinan dengan penuh persahabatan dan persaudaraan. Baginya, kemanusiaan itu adalah soal bagaimana kita menghargai manusia, terlepas dari apapun agamanya.


Kemampuan menghargai kemajemukan juga mampu membuat kita merdeka, kata Inayah Wahid. Orang merdeka bukan orang yang bebas berbuat apa saja, tapi mereka adalah orang yang bisa memerdekakan orang lain. Sementara itu, Bingky Irawan menceritakan bagaimana persahabatannya dengan Gus Dur, yang membuatnya bisa keluar masuk pesantren, bahkan berkhotbah di depan santri-santri, meskipun ia beragama Kong Hu Cu.


Perbedaan adalah sebuah kekayaan. Bangsa yang besar adalah mereka yang mampu berdiri di atas kemajemukan, dan mampu menerima perbedaan yang muncul. Menurut Gus Solah, menerima perbedaan bukan berarti bahwa juga menerima ajaran agama lain. Baginya tetap, setiap agama itu tidak sama. Agama itu benar bagi penganutnya. Ia meyakini agama Islam yang benar, orang Kristen tentu meyakini agama Kristen benar. Itu adalah hak masing-masing orang. Jadi kemajemukan bukan berarti semua agama sama, namun kemampuan untuk menerima atau menghormati orang lain, terlepas dari apapun agamanya.



13864315601978209758

Joaquin Monserrate, Konjen AS di Surabaya, menyampaikan pandangannya / photo junanto



Gus Solah bercerita bahwa di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang kerap kali dijadikan tempat para pendeta atau calon pastur untuk menginap dan belajar, khususnya di bulan puasa. Dengan demikian, para pastur tadi bisa melihat sendiri bahwa agama Islam tidak pernah mengajarkan terorisme, melainkan kasih sayang. Hal serupa juga demikian, beberapa santri diharapkan dapat tinggal di seminari untuk melihat bagaimana agama lain.


Warisan Gus Dur ini memang luar biasa. Sayangnya di negeri ini, belakangan marak isu tentang perbedaan yang menimbulkan konflik. Ada yang tidak bisa beribadah secara tenang, ada yang rumah ibadahnya dirusak, ada yang dilarang membangun rumah ibadah dll.


Melihat kejadian2 itu, masihkah pemikiran Gus Dur relevan? Masihkah negeri ini menjunjung kemajemukan? Bhinneka Tunggal Ika? …. Salam Bhinneka.



1386431614315353335

Para Pembicara Quo Vadis Pemikiran Gus Dur, Sarasehan di Klenteng Gudo Jombang



13864316781841307983

Mas Ardian Purwoseputro, moderator diskusi / photo junanto




sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/12/07/pluralisme-gus-dur-di-klenteng-gudo-617323.html

Pluralisme Gus Dur di Klenteng Gudo | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar