“Yuk, ikutan dulu meeting-nya di hotel Shangri-la, asik kok…”, begitulah kali kedua seorang teman mengajak saya untuk bergabung di organisasi sosial pemuda bernama Rotaract (Rotary in Action).
Saya memang selalu tertarik dengan kegiatan sosial. Semasa kuliah saya aktif sebagai relawan di proyek outreach untuk anak-anak di lingkungan perajin sepatu/sandal Cibaduyut, Jawa Barat – kerjasama antara ILO dan BKKBN. Setelah lulus dan mendapatkan kerja di Jakarta saya pun terpaksa meninggalkan aktivitas relawan tersebut.
Kala itu tahun 2007 dan saya memang sedang mencari kegiatan di luar kantor untuk mengisi waktu luang. Awalnya antusias namun saat mendengar kata-kata “meeting” dan “hotel” pikiran saya langsung mengarah ke “MLM (Multi Level Marketing)”. Bukannya apa-apa, saya memang tidak berminat untuk bergabung dengan MLM dan waktu kuliah saya pernah “dijebak” untuk datang ke “meeting” MLM dengan kedok wawancara kerja. Akibatnya, ada sedikit antipati setiap mendengar ajakan yang serupa.
Untungnya sang teman cukup gigih berjuang sehingga saya pun datang ke hotel bintang lima tersebut. Terkaget-kaget saya mendapati bahwa meeting tersebut merupakan pertemuan para relawan – tidak ada upline dan downline, tidak ada strategi pemasaran dan target penjualan – yang ada saat itu hanya pembahasan kegiatan donor darah dan persiapan sahur on the road. Sempurna!
Di balik penampilannya yang terkesan “high-profle”, relawan di Rotaract sama dengan relawan di tempat lain. Siap turun ke kubangan, angkut-angkut barang, hinga begadang untuk persiapan kegiatan. Hal yang berbeda adalah organisasinya menjujung budaya profesionalitas. Hal ini dikarenakan Rotary, organisasi sponsor Rotaract, adalah organisasi yang anggotanya adalah professional dari berbagai latar belakang profesi. Jadi, selain berdedikasi untuk kegiatan sosial, relawan juga mendapatkan kesempatan pengembangan diri lewat pertemuan dan seminar-seminar.
Kurang setahun bergabung, saya terpilih menjadi delegasi Indonesia untuk berangkat ke International Rotaract Conference (INTEROTA) di Seoul. Senangnya bukan main karena itu adalah perjalanan pertama saya ke luar negeri. Bertemu dengan teman-teman sesama relawan Rotaract dari seluruh dunia, berbagi, belajar, dan mengenal budaya sambil melihat dan menyentuh Seoul dari dekat. Meskipun kadang ada kendala bahasa tapi bablas saja. Saking semangatnya, panitia memilih saya menjadi penerima penghargaan “Peserta Paling Bersahabat”.
Salah satu kegiatan Interota, mengunjungi perbatasan Korea Utara - Korea Selatan (DMZ)
Tahun 2009, giliran kami yang menjamu teman-teman dari kawasan Asia Pasifik dalam Asia Pacific Regional Rotaract Conference (APRRC) di Bali. Kembali saya yang cuma setingkat MC (Master of Ceremony) acara kantor didaulat menjadi MC acara yang berskala internasional itu. Tugas tersebut saya sambut tanpa pikir panjang dan berakhir sukses. Percaya diri makin meningkat dan saya berhasil mengatasi satu tantangan lagi.
Setahun berlalu dan saya diterbangkan ke Sydney untuk mengikuti pertemuan serupa. Senang bisa bertemu sahabat-sahabat internasional lama saya sambil menjalin persahabatan dengan muka-muka baru. Di sini, saya menjadi salah satu pembicara yang mempresentasikan kegiatan klub saya yang dinilai sukses.
Delegasi Indonesia di APPRC Sydney
Di tahun 2011 saya terpilih menjadi Presiden klub. Masa itu para relawan sangat aktif dalam mempromosikan Rotaract dan kegiatan kami untuk menarik anggota baru. Beberapa relawan yang sehari-harinya bekerja di media massa mempermudah kami untuk mendapatkan akses ke corong publik. Hasilnya, di tahun itu klub kami mendapat kesempatan untuk tampil di media massa. Tidak tanggung-tanggung, kami merangkul beragam media, baik media cetak maupun elektronik.
Melalui kuis Super Family ANTeve, kami menjajal layar perak. Selain bisa promosi gratis, kami pun mampu mengumpulkan jutaan rupiah guna membiayai kegiatan sosial klub. Selang beberapa bulan, datanglah tawaran dari Trax FM yang mencari narasumber dari organisasi pemuda untuk diwawancara. Ini berarti promosi gratis selama 30 menit di radio berskala nasional! Dua minggu kemudian, koran Media Indonesia yang kebetulan juga bekerjasama dengan Trax FM juga mewawancarai saya sebagai narasumber. Wah, kala itu saya merasa seperti selebritis yang penuh dengan jadwal wawancara dan tampil di media massa.
Rotaract di kuis Super Family ANTeve
Hasil wawancara yang dimuat di koran Media Indonesia
Wawancara radio di Trax FM
Prinsip relawan adalah “diberi untuk memberi” – seperti instruksi keamanan di pesawat: pastikan kondisi Anda aman terlebih dahulu sebelum menolong orang lain. Saya menikmati kehidupan sebagai relawan di Rotaract dan akan terus mencari downline baru, untuk bergabung dan menikmati pengalaman yang sama…karena ini bukan MLM. (Yuuki)

0 komentar:
Posting Komentar