harga genset murah

Taman Hutan Kota Penjaringan Vs Taman Waduk Pluit


Taman Hutan Kota Penjaringan berlokasi di samping tol dalam kota tepat di ujung jalur yang membagi jalan tol tersebut ke arah tol Bandara Soekarno-Hatta dan ke arah Ancol. Di lokasi ini dulunya terdapat bedeng-bedeng liar dan kumuh yang dibersihkan sejak peristiwa terbakarnya bedeng-bedeng di bawah tol sehingga merusak fondasi jalan tol di daerah tersebut.


Akhirnya pada masa pemerintahan Fauzi Bowo alias Foke, kawasan perumahan kumuh tersebut digusur dan dibangun sebuah taman yang sangat luas dan kalau mau jujur sangat indah dan menyejukan mata khususnya bagi orang-orang yang terjebak macet dan antrian di jalur tol arah bandara sebab dapat melihat hamparan taman di bawah mereka.

Banyak yang bisa dijadikan bahan sebagai antipati ke Foke, mulai dari memajang wajahnya di berbagai baleho Ibukota, kata-kata ketusnya ketika menghadapi masalah sampai mark-up dalam berbagai proyek di Ibukota, akan tetapi dalam hal pemugaran Taman Hutan Kota Penjaringan, Foke harus mendapat pujian, sebab dalam hal ini dia telah membuat kebijakan yang jauh lebih baik daripada yang dilakukan oleh Jokowi dengan proyek Taman Waduk Pluitnya.

Pertama-tama perlu disampaikan bahwa Taman Hutan Kota Penjaringan jauh lebih indah dan cantik daripada Taman Waduk Pluit setelah Taman Waduk Pluit selesai dibangun sekalipun.

Selanjutnya, pendekatan yang dilakukan oleh Foke pada saat membangun Taman Hutan Kota Penjaringan sangat elegan, dia tidak banyak omong, tidak banyak gembar-gembor di media massa, tidak keliling kampus sambil membawa maket dan gambar Taman hutan Kota Penjaringan yang sedang dalam proses pembangunan, dan tentunya tidak menjadikan Taman tersebut sebagai sarana pencitraan apapun. Tanpa perlu banyak gembar-gembor, masyarakat tahunya tiba-tiba di samping jalan Tol dalam kota sudah terbangun taman yang sangat indah can cantik.

Di samping Taman Kota Penjaringan memang terdapat aliran sungai dan di seberangnya ada perumahan warga, akan tetapi karena lokasi tersebut tidak dimaksudkan sebagai daerah resapan air atau sarana pencegah banjir, maka dalam hal ini secara objektif harus dikatakan bahwa pemerintahan Fauzi Bowo telah mencapai targetnya mengubah kawasan kumuh menjadi taman tanpa perlu banyak polemik.

Perihal taman, sebenarnya pada masa pemerintahan Sutiyoso sebagai gubernur dan Fauzi Bowo sebagai wakil gubernur, Pemprov DKI Jakarta telah mengubah berbagai kawasan kumuh menjadi taman yang indah, salah satunya taman di samping jalan Tol Kebun Jeruk, lengkap dengan jogging track dan tentu tidak bisa dilupakan taman di samping Banjir Kanal Timur yang dibangun pada akhir era Sutiyoso dan selesai pada masa Fauzi Bowo.

Persamaan taman-taman tersebut adalah semuanya dibangun tanpa digembar-gembor dan tanpa dijadikan bahan pencitraan oleh Gubernur incumbent, dan tiba-tiba masyarakat sudah dapat menikmati keberadaan taman-taman yang indah tanpa perlu mengetahui siapa yang membangun. Khusus taman di samping Banjir Kanal Timur, pemprov DKI Jakarta waktu itu cukup bijak untuk memfokuskan semua energi dan daya upaya untuk membangun pengendali banjir sedangkan taman di sebelahnya hanya untuk tambahan atau aksesoris, dan tidak menggunakan keberadaan taman di samping Banjir Kanal Timur untuk menipu masyarakat seolah pemprov telah berhasil bekerja dengan cepat dalam membangun Banjir Kanal Timur.
Lagi-lagi kita harus memuji para Gubernur DKI Jakarta waktu itu yang konsentrasi bekerja dan tidak memikirkan mencari celah untuk melakukan pencitraan menggunakan proyek atau pekerjaan yang sedang dilakukan pemprov DKI Jakarta.


Sayangnya Gubernur DKI Jakarta incumbent, yaitu Joko Widodo alias Jokowi tidak mengikuti para gubernur pendahulunya dan lebih memilih mengikuti nafsu dan kepentingannya yang haus akan kekuasaan, dan hal ini terlihat jelas dalam upaya dirinya menunggangi pembangunan Waduk Pluit dan taman di sampingnya sebagai alat pencitraan demi meningkatkan elektabilitas yang bersangkutan. Memanfaatkan fasilitas negara dan jabatan publik demi kepentingan pribadi adalah salah satu bentuk korupsi.

Sudah sering disampaikan, bahwa pekerjaan utama yang harus diselesaikan dalam usaha revitalisasi Waduk Pluit adalah pengerukan waduk yang sudah dangkal, sedangkan taman hanya aksesoris tambahan yang boleh ada tapi tidak ada juga sama sekali tidak masala apapun.

Perkembangan revitalisasi Waduk Pluit sendiri selama setahun terakhir masih menemui kegagalan total, yang indikasinya adalah dalam setahun terakhir kontraktor Pemprov DKI baru bisa mengeruk 20% wilayah waduk sementara 80% sisanya sama sekali tidak tersentuh sampai hari ini. Sedangkan dari 20% tersebut, pengerukan yang dilakukan baru mencapai 2 meter dari kedalaman 10 meter.

Di sisi lain, tepatnya di samping Waduk Pluit bagian selatan yang tepat menghadap Mega Mall, dibangunlah sebuah taman yang sekarang dikenal dengan sebutan Taman Waduk Pluit. Pembangunan taman tersebut sendiri masih jauh dari selesai, dan karena itu di sana sini masih banyak wilayah yang berupa tanah merah, material pembangunan ada di mana-mana, dan beberapa bangunan taman seperti jembatan masih belum selesai konstruksinya.

Dengan kondisi revitalisasi Waduk Pluit yang masih jauh dari sasaran, dan pembangunan taman yang bersifat aksesoris atau tambahan, seorang Jokowi dan para pendukung bayarannya ternyata masih menggunakan proyek Waduk Pluit terutama keberadaan Taman Waduk Pluit yang masih belum jadi sebagai sarana pencitraan bagi seorang Jokowi untuk membuat citra seolah dalam waktu singkat seorang Jokowi berhasil melakukan normalisasi Waduk Pluit yang tidak sanggung dilakukan oleh para pendahulunya.

Pencitraan yang dilakukan oleh Jokowi antara lain dengan membuat berita di media massa bayaran mereka dan kemudian berita “keberhasilan normalisasi Waduk Pluit melalui gambar-gambar Taman Waduk Pluit” digembar-gemborkan para pendukung bayaran mereka di berbagai media online. Tentu saja Jokowi pribadi tidak ketinggalan dalam upaya mengkapitalisasi keberadaan Taman Waduk Pluit yang berada di sebelah proyek revitalisasi Waduk Pluit tersebut, khususnya dengan mengadakan berbagai acara di tempat tersebut sehingga diliput oleh media massa, sampai membawa foto dan gambar Taman Waduk Pluit pada sisi yang sudah berbentuk taman kemana-mana ketika sedang pencitraan, termasuk saat berkunjung ke Universitas Indonesia beberapa minggu lalu.

Acara-acara yang mengambil tempat di Taman Waduk Pluit jelas hanya upaya Jokowi memamerkan taman setengah jadi di sebelah proyek revitalisasi waduk yang gagal dengan tujuan memperoleh citra melalui keberadaan taman bahwa dia adalah gubernur yang efektif dan efisien.

Betapa tidak, bila Jokowi benar mau mengadakan acara masyarakat tanpa bermaksud pencitraan, maka secara lokasi akan lebih baik diadakan di Taman Hutan Kota Penjaringan, sebab taman ini sudah selesai, taman ini lebih luas dan acara akan dapat dilihat oleh orang dengan jumlah yang sangat banyak, khususnya orang yang melewati tol jalan kota menuju bandara maupun ke arah Ancol.

Bandingkan dengan Taman Waduk Pluit yang belum selesai, masih berdebu akibat debu pembangunan, sempit dan berada di daerah perumahan elit sehingga jarang dilewati orang-orang selain yang tinggal atau punya urusan di daerah tersebut. Akan tetapi tentu saja mengadakan acara di taman yang dibangun oleh Foke atau mantan gubernur lain menunjukan keberhasilan gubernur lain dan tidak akan meningkatkan citra Jokowi. Berbeda dengan mengadakan acara di Monas, sering mengadakan acara di Monas yang dibangun oleh Soekarno jelas dimaksudkan untuk mengasosiasikan Jokowi dengan Soekarno, lagi-lagi demi pencitraan. Inilah picik dan liciknya Jokowi.


sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/12/07/taman-hutan-kota-penjaringan-vs.-taman-waduk-pluit-617250.html

Taman Hutan Kota Penjaringan Vs Taman Waduk Pluit | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar