Oleh:
M. R. Aulia
Ditulis Minggu Pagi, 15 Desember 2013, dan diselesaikan pukul 10:24 WIB.
Salah satu cara penghapusan agama, mulai dari KTP dan akan menyebar, Sumber: areamagz.com
Panggung ini sebenarnya sedang mendapatkan trouble yang sangat serius. Adegan yang sejatinya dijalankan dengan satu skrip yang matang dan sudah mendapatkan persetujuan semua pihak, baik perumus naskah, bagian produksi, pemain dan semua pihak yang terlibat. Namun, di pertengahan jalan skrip mendadak berubah, berganti haluan, dan tidak jelas mau dibawa kemana.
Panggung Indonesia sekarang sudah mulai diramaikan dengan hadirnya aktor anti-agama. Setelah beberapa lama mereka bergabung dengan suatu komunitas dan mempelajari suatu agama. Semangat belajar mereka akhirnya mendapatkan penilaian menyimpang dan berbeda. Apa yang dilakukan mereka bukan lagi improvisasi, namun merusak esensi dari skrip yang sudah matang tersebut.
Hal demikian disebabkan oleh pernyataan-pernyataan tidak penting dan terlontar dari mulut sekumpulan aktor anti-agama. Baik yang secara sadar mengklaim diri sebagai aktor ataupun secara pemikiran telah ditunggangi. Di antaranya adalah isu penghapusan kolom agama di KTP dan sebagainya. Ini merupakan cara mereka dalam melancarkan silent religion . Menjadikan agama hening dan bisu bagi pemeluknya masing-masing.
Panggung Indonesia memang tidak didesain sebagai negara agama. Tidak ada yang bisa membantah itu semua. Namun, manusia yang hidup di atasnya, hampir sebagian besar memiliki agama. Meski hanya tercantum di kolom KTP saja.
Tidak ada yang bisa membantah, bahwa dinamika kehidupan memang penuh dengan gelombang dan ramainya arus yang tidak jelas datangnya dari mana. Antah-berantah. Akan tetapi, arus yang membeludak itu tidak menjadikan bangsa ini sebagai objek eksperimen bangsa lain. Identitas bangsa yang dirumuskan founding fathers terdahulu harus dijaga dan diejawantahkan dengan kreatifitas yang baik.
Panggung Indonesia ini mendapatkan serangan dari semua penjuru arah mata angin. Baik insider atau outsider. Mereka yang sedari lahirnya di Indonesia, dan mereka yang tidak tahu menahu tentang Indonesia. Dengan alasan ingin menjadi negara modern, mereka merasa bahwa negara harus berjalan tanpa harus beriringan dengan nilai-nilai agama. Sungguh globalisasi yang terus menghantam semua negara.
Sehingga arahnya sudah tidak jelas. Dampaknya meluluhlantakkan keberagaman yang sebenarnya harus dijaga satu sama lain. Makna pluralisme yang kadung salah dipahami banyak orang Indonesia. Terutama mereka yang mengaku sebagai kalangan cendekiawan dan pegiat nilai-nilai agama.
Pluralismealamereka terkesan bercita rasa penghilangan kemarwahan nilai dari pluralisme itu sendiri. Pluralisme yang menyamaratakan semua hal tanpa ampun. Dan mereka sering keliru dan lupa bahwa setiap entitas memiliki ciri khas yang tak bisa dihilangkan.
Dewasa ini peperangan tidak lagi dengan unjuk senjata di hadapan musuh. Lalu melesakkan amunisi demi amunisi. Namun, yang dihadapi bangsa ini adalah peperangan melalui kadar pemikiran yang menyebar di benak masyarakat Indonesia. Berbagai media yang saat ini dipegang oleh kapitalis, baik lokal maupun yang dipegang oleh asing, sangat berperan besar dalam ‘nyasarnya’ pemikiran yang seharusnya tidak untuk dipikirkan. Salah satunya isu penghapusan kolom agama dan sebagainya.
Bila semua ini benar terjadi, Indonesia sedang terjangkit fenomena Silent Religion. Artinya, di panggung Indonesia terjadi pembusukan nilai dan kemarwahan yang dimiliki oleh agama. Agama manapun itu. Pembusukan dan upaya degradasi yang berujung pada suatu saat nanti, agama tak lagi dianggap. Agama dianggap penghalang moderenisasi.
Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus memiliki benteng yang kuat. Salah satunya Kementerian Agama yang dimiliki. Anggapan skeptis banyak orang tentang peran lembaga-lembaga negara yang berusaha menjaga kemarwahan agama, tidak bisa disangkal. Apalagi pihak-pihak yang selalu mengaitkan negara lain bisa maju dan berhasil tanpa nilai agama yang dipegang. Skeptis yang keliru.
Sejatinya bukan panggungnya yang salah, bukan skripnya juga yang keliru, namun pemahaman aktornya dalam memerankan karakter tertentu, sehingga menentukan kualitas yang akan dipertontonkan di hadapan banyak orang, terutama di hadapan sang pemilik panggung secara kesuluruhan. Tak hanya panggung Indonesia. Begitupun agama. Bukan agamanya yang salah, melainkan mereka yang merasa beragama yang belum sepenuhnya menjalankan perintah agama.
Pada akhirnya, agama bukanlah aib yang harus disembunyikan dan dihilangkan dari mata dunia. Tapi ia layaknya sesuatu yang harus terjaga kesuciannya, meskipun kita belum sepenuhnya beragama dengan baik.
Dan kita pasti bisa menjadi negara yang lebih modern dan maju, ketika umat beragamanya bisa memahami kenapa agama itu mengatur ini dan melarang itu, kecuali manusia hidup yang hatinya mendadak lupa untuk berfungsi.

0 komentar:
Posting Komentar