Pernah sekali waktu Wiranto, Ketua Umum, sekaligus calon presiden dari Partai Hanura menyinggung persoalan tingkat pendidikan calon presiden 2014. Ia menyebut bahwa calon presiden semestinya minimal pendidikan S-1, tidak cuma dari tamatan SMA. Dengan itu, Wiranto sebenarnya hendak menyinggung capres seperti Dahlan Iskan, yang memang hanya tamatan Madrasah Aliyah.
Singgungan dari Wiranto ini tentu masih bisa diterima. Belum seberapa. Tetapi berbeda dengan kelakuan anak buahnya, Raden Nuh yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dari Partai Hanura untuk dapil 2 Sumatera Barat. Ia bukan hanya melakukan kampanye negatif, namun juga berupaya untuk menjegal, serta membunuh karakter Dahlan Iskan dengan serangkaian issue. Termasuk issue korupsi yang coba dikait-kaitkan dengan Dahlan Iskan.
Raden Nuh, sebagaimana di tulisannya di kompasiana adalah pencetus akun Triomacan 2000. Ini merupakan akun yang kerap menyerang tokoh publik. Tujuannya untuk menjatuhkan dan membunuh karakter dari lawan politik pesanannya. Akun ini tidak bakal menyerang tokoh yang ia lindungi, seperti Wiranto dan Anas Urbaningrum. Wiranto jelas karena memiliki pertalian dengan Hanura, yang menjadi perahu Raden Nuh sebagai caleg. Sementara, Anas Urbaningrum memiliki pertalian keorganisasian dengan Raden Nuh, yakni sesama alumni HMI.
Setiap membaca tulisan Raden Nuh tentang Dahlan Iskan di Kompasiana, dapat segera tergambar ekspresi dari kebenciannya. Ia menuliskan bahwa Dahlan Iskan terlibat tindak pidana korupsi beserta argumennya yang sama persis didengungkan oleh akun Triomacan 2000. Argumen yang cenderung mengarah ke fitnah. Ia juga menuliskan secara terbuka, upaya rekan sejawatnya di Jaringan Advokasi Publik (JAP) untuk menjegal Dahlan Iskan.
Pernah mendengar JAP itu? Orang-orangnya antara lain rekan-rekan Raden Nuh di Penerbit Asatu Perdana Bangsa. Seperti Edi Syahputra dan Irwandi Lubis yang menjadi penasehat hukum di penerbit Asatu. Raden Nuh sendiri di situ merupakan pemimpin umum. JAP ini lah yang melaporkan Dahlan Iskan ke Mabes Polri, tidak ke KPK dengan alasan KPK sibuk karena sedang banyak menangani kasus. JAP juga mengirim surat ke Ketua Konvensi Capres Demokrat. Mereka hendak memohon peninjauan ulang kepesertaan Dahlan Iskan pada Konvensi Capres Demokrat.
Dari tindak tanduk JAP sebetulnya mulai tergambar ke mana tujuan mereka. Dengan melaporkan ke Mabes Polri, mereka berharap dapat menjebloskan Dahlan Iskan ke penjara. Sementara dengan mengirim surat ke panitia konvensi, mereka berharap Dahlan Iskan didiskualifikasi. Kedua upaya itu merupakan bentuk pembunuhan karakter serta penjegalan dari pencapresan Dahlan Iskan.
Adakah Raden Nuh dan rekan sejawatnya itu sedang kalut? Apakah Dahlan Iskan dianggap sebagai saingan potensial Wiranto yang perlu disingkirkan? Atau kah ini merupakan pelampiasan dari dendam pribadi atau kelompok? Dendam pribadi Raden Nuh mungkin bisa saja begitu. Pasalnya, Raden Nuh tidak lagi dipakai sebagai Direktur Utama BUMN setelah gagal membangkitkan PT. Berdikari Insurance (Persero).
Dendam kelompok juga bisa jadi. Itu karena anggota kelompoknya, Anas Urbaningrum disingkirkan oleh Partai Demokrat. Partai yang melibatkan Dahlan Iskan sebagai bakal capresnya di konvensi. Barangkali karena Dahlan Iskan yang berpotensi menang di konvensi maka perlu juga dihancurkan?
Saya tidak percaya dengan apa yang dituliskan Raden Nuh di profil kompasiana: “Tidak semua bisa dibeli dengan uang terutama idealisme perjuangan. Hilangkan mental budak yang jadikan kita abadi sebagai manusia jajahan. Bebaskanlah diri kita. Jadilah manusia yang MERDEKA ! “ Kalau lah dia konsisten dengan ini. Yang terjadi bakal sebaliknya. Ia akan mendukung perjuangan Dahlan Iskan untuk memajukan negeri ini.
Di Indonesia, hanya sedikit pejabat yang mau berkorban untuk Negara. Pejabat yang rela tidak dibayar, tidak menggunakan fasilitas Negara, tidak kompromi dengan praktik korupsi, namun justru mengeluarkan segenap tenaga dan pikirannya, bahkan berani mengeluarkan uang dari kocek pribadi untuk membangun negerinya. Dari yang sedikit itu, Dahlan Iskan lah salah satunya. Dia bahkan rela mewakafkan dirinya untuk kemajuan dan kemaslahatan negeri ini.
Kompetisi antar capres di Pemilu sah-sah saja. Saling serang sewajarnya, masih boleh lah. Tetapi pembunuhan karakter, seperti yang dilakukan Raden Nuh dan rekan-rekannya sangat lah berlebihan. Bukan kah dia sendiri pernah merasakan bagaimana sakitnya dikerjai dan difitnah (yang ia sebut sebagai pembunuhan karakter) oleh Beritasatu.com? Atau mungkin dia mau merasakan kembali dikerjai seperti itu? Entahlah.[]
Data diperoleh dari berbagai sumber.

0 komentar:
Posting Komentar