Praktek korupsi sudah mewabah dan menjadi penyakit borok yang terus menggerogoti negara kesatuan. Hampir tiap hari, pemberitaan di media massa, baik cetak, online maupun media sosial, tidak berhenti membahas dan mendiskusikan tentang praktek pencurian uang negara dalam bentuk korupsi. Walaupun kebusukan para koruptor satu per satu terungkap, namun memerangi dan memberantas korupsi bukanlah semudah membalikkan telapak tangan.
Betapa rakus para pejabat publik yang menggelapkan uang anggaran negara. Sementara banyak masyarakat yang hidup serba kekurangan dan banyak anak-anak membutuhkan pendidikan dan kesehatan yang layak, para koruptor tersebut menggelapkan uang negara demi untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Mereka yang terlibat perkara kasus korupsi telah menodai amanah yang diembannya sebagai pejabat publik yang seharusnya menjadi seseorang yang dipercaya menjalankan roda pemerintahan demi kesejahteraan masyarakat.
Permasalahan yang dihadapi sudah sangat mengkhawatirkan. Para elite sudah menguasai jaringan ekonomi, politik, birokrasi bahkan sudah merambah pada ranah hokum. Itulah sebabnya, dalam proses pengadilan para koruptor, terutama yang melibatkan nama pejabat tinggi, kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan KPK akan menghadapi tantangan yang tidak ringan. Ketika kasus korupsi melibatkan nama pejabat tinggi, maka hukum seakan tidak bisa menjangkau mereka. Fasilitas yang mewah masih bisa dinikmati oleh para terduga koruptor ketika mendekam di dalam sebuah “kamar penjara”, keadaan yang berbeda ketika seorang rakyat biasa yang kedapatan mencuri ayam yang langsung dibuat tidak berkutik di depan hukum bahkan seringkali dihajar oleh massa.
Menyadari bahwa praktek korupsi semakin menggila, para pejuang anti korupsi muncul sebagai relawan pemberantasan korupsi bersama dengan lembaga penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka hadir mengawal upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dengan harapan para koruptor dapat ditangkap dan diadili sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Keberadaan pejuang anti korupsi menjadi sangat penting dalam mengungkap kasus-kasus korupsi yang terus saja menggerogoti anggaran negara dan merugikan masyarakat.
Namun, persoalan yang muncul adalah bagaimana membuat koruptor jera dengan perbuatannya dan tidak diikuti oleh oknum-oknum lainnya. Menilik hukum yang “bisa dimainkan” oleh orang-orang berduit melalui mafia kasus, maka hukuman yang layak bagi seorang koruptor menjadi perdebatan serius. Untuk itu semua pihak elemen di Indonesia baik itu pemerintah, KPK, Polri dan masyarakat harus saling bahu membahu mencegah dan memberantas korupsi di negeri ini. Dengan adanya kerjasama yang saling bersinergi satu sama lain di harapkan menekan angka korupsi yang ada di Indonesia.
Ditengah maraknya vonis pengadilan yang rendah terhadap tersangka Korupsi, perlu dilakukan terobosan yang kreatif dalam memberikan efek jerah pada para Koruptor. Berikut adalah untuk memberikan efek jerah pada Koruptor :
· Dimiskinkan : KPK akan bekerja sama dengan lembaga lain untuk menyita harta benda milik tersangkah dan memastikannya menjadi aset negara.
· Hukuman Berat : Koruptor harus dihukum yang berat dengan vonis puluhan tahun atau hukuman seumur hidup, dalam point ini KPK harus berkerjasama dengan Pengadilan.
· Ekspose Media : Para tersangka Koruptor akan di ekspose secara resmi oleh KPK ke media masa (cetak / elektronik), Jejaring sosial (Twitter, Facebook) ekspose tersebut memuat berupa Foto, Biodata Lengkap, Kasus yang menjerat/Pasal yang dikenakan, Kerugian negara yang diakibatkan dari tindakan korupsi. Dengan di publikasikan ke media secara resmi diharapkan dapat memberikan efek jerah dan pelajaran bagi masyarakat bahwa Korupsi itu kejahatan yang luar biasa. Sehingga martabat dan harga diri para Koruptor akan jatuh, mereka tidak lagi bisa tersenyum dan melambaikan tangan dengan angkuh.
Dengan 3 point diatas diharapkan para calon pelaku Korupsi akan berfikir 2 kali untuk melakukan tindakan Korupsi. Kita harus optimis gebrakan antikorupsi akan meningkatkan kesadaran bersama sehingga negara dan bangsa ini bebas dari “penjajahan” korupsi.
0 komentar:
Posting Komentar